dari wajah langitlah puisi ini pertama kali kubacakan
kau tinggalkan fosil kupu-kupu di teras rumah tuan tanah
seperti badai bulan april yang berkecamuk di antara celah hujan dan matahari
beberapa pekan lalu, ketika aku masih terlalu belia untuk berpuisi.
karena di atas tungku cinta pun terbakar menjadi abu
di antara ruas merah saga awan dan malam-malam khidmat
kau terbelalak mendekap segala tatap di mataku
sampai semua catatan yang tertulis pada lintas memo
untuk sekedar menghilangkan pengap
sambil menunggu jemputan angin yang akan membawa senyum kita,