Lihat ke Halaman Asli

TFF :))

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

*****

Berawal dari pertemanan yang kini menjadi sebuah persahabatan, layaknya zamrud langit di malam hari yang bertebaran hiasi atap bumi. Mereka pecinta warna ungu dan abu~abu, maka dari itu lahirlah nama grayula dan purpleula sebutan lain yang kerap digunakan Abel dan Aurel.

Sementara bagi Delon dan Dion nama~nama itu tidaklah penting. Walaupun begitu, tetap saja mereka bisa kompak walau terkadang si tukang merajuk “Delon” suka merajuk~merajuk gak jelas gitu.

Yah, hari itu tepat dimana persahabatan mereka lahir. The Fantastic Four nama yang diberikan Dion untuk persahabatan yang ia rajut bersama Abel, Aurel, dan Delon. Mereka ber~4 pun setuju dengan nama itu. Mulai saat itu, mereka telah resmi menjalin sebuah persahabatan yang mudah~mudahan Takkan Lekang Oleh Waktu. *AMIN, aminkan dong;)

Abel dan Dion yang terjebak cinta dalam persahabatan tersebut berharap kedua sahabatnya, Delon dan Aurel dapat mengikuti jejak mereka juga. Yah, apa nak dikata sepertinya mereka berdua sama~sama tidak ada kepikiran untuk masalah itu.

“Hey, kok bengong? Lagi mikirin apa kamu?” tanya Dion pada Abel yang ketika itu sedang termenung sendiri.

“Ha..hai juga! Nggak, nggak apapa kok!” jawabnya terbata~bata dan akhirnya ia pun terhenti dari lamunan yang sejak tadi melintas dibayangnya.

“Oh yasudah kalau begitu. Ayo, dimakan nasinya! Ntar keburu dingin loh. Apa perlu aku suapin?”ajak Dion sambil tertawa kecil.

“Ehm, iya iya. Ni aku makan, nggak usah deh makasih,” balas Abel sambil mengambil sendok dan garpu yang sudah tertata rapi di atas meja kantin.

Akhirnya mereka pun melahap santapan siangnya bersama. Tiba~tiba, terdengar suara berisik dari belakang yang mengganggu makan siang mereka. Rupanya, suara Delon dan Aurel yang saat itu pada ribut gara~gara rebutan makanan. Iya sih, bisa dibilang mereka berdua itu memang jarang akur.

“Eh, Delon ini kan jatah nasiku,”sentak Aurel sambil merebut sepiring nasi dari Bu Inah si penjual kantin yang telah didahului Delon.

“Enak aja! Jelas~jelas yang duluan mesan kan aku, bukan kamu!”balas Delon tak mau kalah.

“Huh, dasar! Ngalah dikit ama cewek kenapa sih?”gerutu Aurel kesal.

“Nih, yaudah ambil. Biar aku nunggu nasi lain aja kalo gitu, kasian kali aku ntar si cewek cengeng nangis pula di kantin yang lagi rame ini!”ejek Delon memanas~manasi Aurel sambil menyerahkan sepiring nasi tersebut padanya.

“Huh, dasar Delon!”teriak Aurel melihat Delon kabur dan lari dari kantin.

*****

“Astagfirullah, aku lupa. Hari ini kan ulang tahunnya ibu Fani,”ucap Abel yangmembuyarkan konsentrasi Aurel ketika mengisi absensi kelas.

“Masa iya? Oalah, jadi gimana nih? Kita kan belum ada persiapan untuk itu,”balas Aurel menanggapi ucapan Abel tadi.

“Iya juga ya, coba tanya mereka dulu. Mungkin mereka punya ide,”sambut Abel bersemangat dan seketika itu pula dia membalikkan badannya ke belakang dimana Dion dan Delon duduk.

“Woi, hari ni ultahnya bu Fani kalian ingat gak?”tanya Abel pada mereka.

“Eh iya aku baru ingat!”ujar Dion.

“Jadi mau buat apa nih? Mau bikin kejutan biar ibu terkejut-kejut gitu buat beliau?”tambahnya.

“Yaelah, oon amat sih. Aku punya usul gimana kalau kita kasih ibu sesuatu yang berbalutkan ungu?”ujar Delon memberi usul.

“Boleh juga tu, aku setuju ama usulmu!”sahut Dion.

“Ok deh, ntar sore ngumpul di rumah aku jam 4! Okeh!”perintah Abel.

“Ok bos! Sip deh,”balas Dion sambil mengacungkan jempolnya.

“Mm, Halooo? Delon? What’s wrong with you?”ujar Abel pada Delon yang saat itu sedang melamun.

“Mmm, iyah iya. Kamu bilang apa tadi, Bel?”balas Delon.

“Yah, kamu ni gimana sih! Dari tadi aku ngomong panjang~lebar eh rupanya gak didengerin, tanya Dion tuh!”ucap Abel kesal.

“Ma..maaf Abel, aku tadi lagi ngelamun,”sahut Delon meminta maaf.

“Mmm, iyala iya. Gak apapa kok! Lain kali jangan kayak gitu lagi yah!”balas Abel memaafkannya.

“Huh, dasar Romeo dan Julaikha ini.”ejek Aurel mengakhiri perbincangan.

****

Dan akhirnya segala persiapan untuk membuat surprise party buat bu Fani berjalan dengan lancer. Mereka semua senang, dan hanya saja terlihat sedikit wajah kusut yang terpampang dalam mimik Abel di malam itu.

“Abel, kamu nggak apa-apakan? Kok kelihatannya dari tadi kayak orang kebingungan gitu? Galau kamu?”tanya Dion.

“Emh, nggak apa-apa Dion saying, aku baik-baik saja. Cuma sedikit pusing nih,”jawabnya.

“Bu Fani, kami pulang dulu ya! Assalamualaikum!”ucap Delon mengakhiri acara pesta kecil-kecilan bu Fani di rumahnya.

“Okay, anak-anak ibu yang super. Hati-hati ya!”balas bu Fani.

“Siip, bu!”jawab mereka kompak.

Sepanjang perjalanan pulang, Dion tampak kebingungan dan heran melihat sikap Abel seperti itu. Tak seperti biasanya, Abel yang selalu ceria kini tampak muram dan sering termenung. Berulang kali ia mencoba untuk menghiburnya dan mencoba untuk mengetahui apa sebab kekasihnya bisa berubah seperti itu.

“Bel, kita udah nyampe nih! Kamu kayaknya kurang enak badan deh, langsung istirahat sana biar cepat baikan.”ujarnya menasihati.

“Iya, Dion. Makasih ya! Take care!”balas Abel tanpa membalas senyuman Dion malam itu.

“Kalau begini terus, bisa-bisa tambah gawat nih. Abel abel, kamu itu memang hobby buat orang panik yah,”ucap Dion dalam hati.

***

Bertepatan dengan hari itu, hari ulang tahun Abel yang ke-17. Dan, Dion pun berencana untuk membuat kejutan yang super duper mengejutkan buat orang yang paling ia sayang, Abel. Lalu ia pun datang sore-sore ke rumah Aurel untuk meminta bantuan padanya tentang kejutan apa yang harus ia buat untuk Abel. Dan, ia pun sampai di rumah Aurel.

“Permisi, Aurelnya ada Om?”tanya Dion.

“Oh, ada. Silahkan masuk, Nak! Bentar Om panggilkan dulu ya!”sambut Om Hendru papanya Aurel.

Oh iya, sedikit flashback ya. Aurel itu baru beberapa bulan yang lalu ditinggal pergi mamanya untuk selamanya. Sekarang, ia hanya tinggal ber3 bersama papa dan abangnya. Sementara itu, dia adalah cewek tangguh buktinya dia nggak pernah sedikitpun mengeluh atau menangis meratapi kepergian mamanya itu. Karena ia yakin, Tuhan pasti mempunyai maksud dan tujuan kenapa harus secepat itu Ia mengambil mamanya kembali.

“Eh, Dion. Ada apa?”tanya Aurel memulai perbincangan.

“Rel, tolongin aku dong. Aku mau buat kejutan buat Abel, besok kan birthdaynya doi. Jadi aku mau buat surprise buat dia.”pintanya pada Abel dengan wajah memelas dan minta dikasihani. Wkwk

“Oh iyaya, ciyee. Ayang-ayangnya ulang tahun ya ehehe, my beloved best friend juga tuh. Oke sip, ntar aku atur deh ama si jelebeb satu itu (Delon maksudnya).”ujar Aurel menyetujui.

“Okedeh Aurel, thank you very much.”balasnya senang.

Sementara itu di sudut ruang kamar Abel, terlihat jelas wajahnya yang masih murung. Ia sangat terpukul dan tidak percaya dengan kenyataan yang ia alami saat ini. Penyakitkah itu? Bukan. Tapi, keadaan dimana ia harus ditinggal ibunya yang pergi karena tak sanggup lagi menghadapi tingkahnya yang semakin lama semakin memburuk.

“Oh Tuhan, aku nggak pernah ngebayangin semua bakal jadi buruk seperti ini. Maafkan aku, sekarang aku tak dapat bertindak dan berkata-kata lagi. Karena aku tak tau, sekarang ibu pergi kemana Tuhan.”serunya dalam hati sambil meneteskan beberapa liter air mata yang membasahi bantalnya sekaligus menampung tangisannya itu.

“Yah, ibu kemana yah? Kok aku nggak ada liat daritadi. Udah aku cari di kamar, di dapur, dan semua sudut ruangan sudah ku cari yah tapi tetap aja nggak ada. Ayah, please answer my question!” ucap gadis itu sambil berharap agar pertanyaannya akan segera membuahkan hasil.

“Ayah memang begitu. Kalau melihat situasi yang tidak enak dan membuat tidak nyaman di rumah ini hanya satu yang ia lakukan, “berdiam” saat aku bertanya. Entah apa maksud ayah hingga saat ini aku pun tak tau.”tambahnya dalam hati setelah melihat respon ayah yang don’t care with her.

***

Tak lama setelah itu, ponselnya pun berdering. Alunan nada yang dinyanyikan BLINK (ituloh girlbandIndofavoritnya si Abel) pun terdengar. Namun, hal itu seakan-akan tak membuat hati Abel tersentak untuk segera mengangkat telfon dari siapa ntahlah diapun tak tau, bahkan menyentuhnya saja tak tertarik.

“Oh Abel, kenapa nggak diangkat coba?”ujar Aurel dari balik jendela kamarnya nan jauh dimata.

“Please, Abel.. Angkat dong telfonnya!”pintanya dalam hati.

Abel yang saat itu masih tak kuasa menahan tangis meratapi keheningan rumahnya yang sendu tanpa ibunya yang biasa ngoceh, ngomel, dan masih banyak lagi. Ibu …

Lalu, matanya pun tertuju pada sebuah kalender mungil abu-abu pemberian Dion dan ia baru sadar bahwa besok adalah hari ulang tahunnya. Wah, sungguh tak terbayangkan gara-gara masalah itu ia sampai lupa kalau besok adalah hari bahagianya. Tanpa berpikir panjang, ia pun langsung menangkap telfon genggamnya yang dari tadi berdering namun tak dihiraukannya. Otaknya hanya tertuju pada Dion. Toh rupanya bukan Dion yang menelfonnya, tapi malah Aurel sahabatnya.

Dan ia pun menelfon Aurel …

“Haloo, maaf ya Aurel sayang. Tadi telfonnya nggak diangkat.”ucapnya meminta maaf dengan suara yang tak bisa dipungkiri kalau dia habis menangis.

“Oh ya, gapapa kok. Abel, kamu kenapa? Kamu nangis? Ada apa, Bel?”tanya Aurel panik darikejauhan.

“Susah jelasinnya ditelfon gini. Lagi ada problem, Rel.”balasnya.

“Oh, aku ke rumah kamu aja ya! Aku nggak bisa diam gini aja,”pinta Aurel.

“Ok, sayang!”jawab Abel sembari menekan tombol mengakhiri percakapannya dengan Aurel.

To be continued …. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline