Social shopping mungkin masih terdengar asing bagi kita, namun banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa mereka aktif melakukan social shopping. Social shopping memang berbeda dengan e-commerce karena social shopping biasanya para penjual/seller menggunakan social media sebagai katalog barang untuk melakukan penjualan, kemudian buyer(pembeli) dan seller (penjual) melakukan transaksi pemesanan menggunakan socialmedia yang dilanjutkan pembayaran secara terpisah.
Indonesia secara geografis terdiri dari ribuan pulau yang menyebabkan masyarakat Indonesia lebih nyaman untuk berbelanja secara online, dengan berkembangan pengunaan social media di kalangan masyarakat Indoensia akhirnya social shopping juga mulai bergeliat dan berkembang pesat dengan estimasi transaksi sebanyak 2,7 juta transaksi dalam sehari.
Proses social shopping sebagai berikut:
- Pembeli memesan barang melalui social media seperti Line, Facebook, Line, Twitter.
- Pembeli melakukan pembayaran langsung via transfer ke penjual
- Pembeli mengirimkan bukti transfer ke penjual
- Penjual croscek transaksi di rekeningnya
- Penjual mengirimkan barang ke pembeli
Proses social shopping tersebut dilakukan secara manual dan social shopping ini setidaknya penjual membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 menit per transaksi sehingga bila seorang seller melayani transaksi pembelian dengan memiliki resiko yang tinggi.
Bagi pembeli/buyer:
- Tidak ada jaminan keamanan karena harus melakukan pembayaran via transfer langsung ke rekening penjualnya. Hal ini sering terjadi misal barang tidak dikirim oleh penjual atau barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan, sedangkan uang sudah masuk ke rekening penjualnya yang tentunya pembeli kesulitan meminta atau menarik kembali uang yang sudah ditransfer.
- Under Develop Law dimana belum ada hokum yang melindungi tentang social shopping, belum ada dasar hukum yang kuat bila terjadi penipuan social shopping.
- Belum ada media atau pihak ketiga yang bisa membantu saat terjadi masalah social shopping.
Bagi penjual/seller:
- Proses melayani pesanan pembeli dilakukan secara manual yang membutuhkan waktu lama dan bila memiliki transaksi penjualan seribu buyer dalam sehari, tentunya seller akan memberikan data rekening penjual untuk pembayaran ke seribu buyer. Selanjutnya, harus cek bukti transfer yang dikirimkan oleh pembeli, kroscek ini benar-benar ribet dan memiliki resiko yang sangat besat untuk terjadi kesalahan saat pengecekan dan berresiko terjadinya penipuan.
Walaupun memiliki resiko yang tinggi namun hal ini tidak menyurutkan minat masyarakat Indonesia untuk melakukan social shopping, untuk itu diperlukan pihak ketiga dalam melakukan transaksi social shopping terutama disaat pembayaran.
SHOPPING PAYMENT REQUEST UANGKU
Sudah saya jelaskan diatas bahwa social shopping memiliki resiko yang tinggi dalam metode pembayarannya karena tidak ada pihak ketiga yang mendukung transaksi kedua belah pihak baik buyerdan seller. Inilah yang akhirnya hadir aplikasi mobile financial UANGKU dari PT Smartfren Telecom yang baru-baru ini mulai menambahkan fitur teranyar UANGKU yaitu fitur Shopping Payment Request.
Pada tanggal 30 Oktober 2016 berlokasi di D.Lab Building SMDV Jakarta diadakan Nangkring Kompasiana dengan mengundang para ladies Kompasianer dan narasumber Fanny Verona, selaku Marketing Director UANGKU dan Harris Maulana Kompasianer yang dipandu oleh MC yang seru Yozh Aditya.
Mbak Fanny mengenalkan fitur teranyar yang dimiliki UANGKU yaitu Shopping Payment Request, UANGKU yang memiliki warna biru muda ini memberikan jaminan keamanan dari penipuan dengan menjadi pihak ketiga dalam proses payment social shopping. Dengan visi FUNacially Better dimana UANGKU ingin merubah image instansi financialyang formal dan kaku berubah lebih menyenangkan bagi nasabahnya.