Akibat embargo ekonomi, merek-merek terkenal di dunia seperti Mc Donald dan Starbucks, tak bisa buka cabang resmi di Iran. Namun salah satu merek minuman ringan kondang asal Amerika ternyata punya cabang resmi di Iran, dan lumayan laris manis. Proganda anti Amerika agaknya tak berlaku untuk minuman bersoda asal negeri Pamam Sam itu.
Poster-poster berisi propaganda anti Amerika cukup mudah ditemui di berbagai sudut jalanan di Iran. Demikian pula tayangan TV, materi propaganda muncul di sela-sela program sinetron dan berita.
Pendek kata, rakyat Iran telah dibuat kenyang dengan propaganda anti barat. Namun hal itu tak membuat merek-merek global yang jadi simbol dominasi Amerika lantas diboikot. Bukan pemandangan aneh kalau orang lokal menyantap kebab ditemani Coca Cola atau Pepsi. Di pusat-pusat perbelanjaan, anak-anak muda berdandan trendi tak segan memamerkan Iphone terbaru mereka.
Sebagian pengusaha di Iran juga hobi memakai merek-merek internasional tanpa membayar lisensi. Logo KFC, Starbucks dan Burger King misalnya, bisa dipasang tanpa izin pemegang merek. Ironisnya, trik seperti ini bisa membuat sebuah produk bertambah laris.
Pemegang asli merek tersebut tak bisa berbuat apa-apa karena Iran memang tak menantangani perjanjian internasional mengenai hak cipta. Inilah berkah tersendiri dari embargo ekonomi.
Saya lumayan dibuat penasaran dengan restoran-restoran yang memasang merek tak berizin itu. Apakah kualitas produk mereka sama dengan yang asli? Untuk menuntaskan rasa ingin tahu, saya sempatkan mampir ke sebuah restoran Burger King abal-abal di pusat kota Tehran.
Tak disangka, pelayannya mahir berbahasa Inggris dan tentu saja mereka surprise karena ada orang asing mengunjungi restoran mereka. Sambil tersenyum ramah, seorang pelayan menyodori daftar menu yang ditulis dalam dua bahasa, Parsi dan Inggris. Dan astaga, menu mereka persis sama seperti yang ditawarkan Burger King asli.
Saya lalu memesan steak burger yang jadi menu favorit Burger King. Saya juga ingin memesan salad, tapi dibilang sedang tidak tersedia. Menu-menu lainnya seperti chocolate cake dan cookies juga tidak tersedia. Walah, jangan-jangan gambar menu tersebut cuma buat hiasan, biar mirip Burger King asli.
Saya harus menunggu sekitar 15 menit sampai pesanan saya disajikan. Saat itu restoran sedang sepi, selain saya hanya ada satu orang pengunjung lain.
Dan bagaimana rasa Burger King buatan Iran itu? Rasanya ternyata tak jauh beda dengan hidangan Burger King dari restoran berlisensi. Hanya saja cara penyajiannya tidak seperti di gambar daftar menu mereka. Kentang goreng tidak disajikan, dan tak ada kertas pembungkus berlogo Burger King seperti yang lazim ditemui di restoran asli. Tapi namanya juga Burger King abal-abal, haha...