Pandemi covid-19 telah mengancurkan banyak sektor di Indonesia. Mulai dari sektor pariwisata, sektor sosial, dan yang paling parah adalah pada sektor ekonomi. Produk Domestik Bruto yang pada tahun 2019 mencapai Rp15.833,9 triliun, pada tahun 2020 turun sebanyak 2,07 persen menjadi Rp15.434,2 triliun. Salah satu dari sektor ekonomi, yang berperan sebagai penyumbang besar PDB Indonesia adalah sektor ekonomi bagian pasar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sekitar 16.235 pasar rakyat yang ada di Indonesia sekarang.
Pasar memperjual belikan berbagai komoditi di dalamnya. Ada pakaian, bahan pangan, peralatan-peralatan rumah, dan lain-lain. Sejak diterapkannya social distancing, dampaknya berimbas pada semua pedagang yang ada. Contohnya pada pedagang daging, sekaligus narasumber wawancara yang telah saya lakukan untuk kebutuhan mini riset ini.
Hari Sabtu, tanggal 4 September 2021, saya berangkat menuju ke rumah salah satu pedagang daging yang menjual dagangannya di Pasar Batu, pasar utama di Kota Batu, Jawa Timur. Beliau bernama Bapak Haris Setiawan. Pak Haris sudah menjalani profesi sebagai pedagang daging, tepatnya daging sapi selama 19 tahun lebih. Profesi ini sudah menjadi profesi turun temurun di keluarga beliau mulai dari kakeknya. Kios daging Pak Haris di Pasar Batu buka mulai setelah shubuh sekitar jam lima pagi, hingga jam dua sore. Pak Haris dan istrinya melakukan shift jualan yang mana Pak Haris menjaga kiosnya mulai jam lima sampai jam 10, sedangkan setelahnya dijaga oleh istrinya.
Konsumen pasar dari daging yang dijual Pak Haris utamanya ada dua. Salah satu hotel di Kota Batu untuk bahan makanan di restorannya, dan masyarakat umum yang sebagian besar adalah penjual bakso. Daging di kios Pak Haris memang sudah lumayan terkenal di daerah sekitar. Selain harganya yang lebih terjangkau dari yang lain, dagingnya pun masih sangat fresh, karena bukan daging yang telah dimasukkan lemari pendingin. Daging yang dijual Pak Haris adalah dari daging yang sapinya baru saja disembelih di tempat pemotongan sapi.
Pendapatan Pak Haris dari menjual daging ini setiap bulannya sebelum pandemi corona, mencapai sekitar 12 juta rupiah perbulan. Namun, sejak wabah covid-19 melanda, pendapatannya turun bahkan menjadi 6 juta rupiah saja perbulan. Padahal, terdapat komunitas penjual daging di Pasar Batu sehingga persaingan berjalan lancar dan aman.
Penurunan pendapatannya ini disebabkan beberapa faktor. Seperti, hotel yang biasanya membeli daging di tempat Pak Haris untuk menyuplai restorannya selama pandemi ini tutup. Sedangkan hotel menyumbang sebanyak lima puluh persen dari pendapatan Pak Haris perbulannya. Selain itu, banyak juga masyarakat yang diberhentikan dari perusahaan tempat bekerjanya sehingga uang mereka tidak cukup untuk membeli daging sapi, yang notabennya termasuk daging hewan yang mahal.
Kalau sebelum pandemi Pak Haris pergi ke tempat pemotongan sapi setiap hari, tetapi saat pandemi ini Pak Haris hanya pergi ke tempat pemotongan sapi seminggu sekali, paling banyak seminggu dua kali. Meskipun terjadi penurunan pendapatan secara drastis namun tidak ada niatan sedikitpun dari Pak Haris untuk beralih profesi atau menjual dagangan yang lain. Pak Haris ingin profesi turun temurunnya tidak berhenti di beliau. Pak Haris juga berusaha mencari inovasi-inovasi baru untuk meningkatkan pendapatannya lagi. Melalui relasinya, Pak Haris juga mencari hotel atau restoran yang mau memasok daging dari tokonya.
"Kerjo o seng telaten, mangka kerjomu ora bakal kepaten" ucap Pak Haris sebagai kalimat penutup yang dalam bahasa Indonesia berarti, Kerjalah yang teliti, maka pekerjaanmu tidak akan mati.
Wabah corona ini sudah terbukti sangat menyusahkan berbagai kalangan. Pedagang daging yang biasanya mendapatkan pendapatan penuh pun di pandemi ini selalu kurang dari yang biasanya dicapai. Sedikit saran dari saya, pedagang daging bisa menggunakan media sosial untuk memperkenalkan dagangannya. Mulai dari menyebar pesan siaran di grub whatsapp, menjualnya di marketplace facebook, atau mempromosikannya di instagram. Adanya work from home juga sangat menunjang penggunaan media sosial sebagai sarana promosi. Warga yang ada disekitar bisa lebih tau lokasi penjual daging tanpa harus mencarinya di setiap sudut pasar.
Pedagang daging bisa juga bekerja sama dengan seseorang yang barangkali menganggur atau telah terkena pemberhentian kerja untuk memberikan layanan pesan antar daging ke rumah warga. Selain untung bagi pedagang daging karena dagingnya terjual, adanya layanan pesan antar juga bisa mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia ini yang makin hari makin meningkat.
Warga yang malas untuk keluar rumah juga bisa lebih mudah berbelanja ,tentunya juga berhasil menjaga mobilitas mengurangi keramaian pasar yang berbahaya di pandemi ini sebagai penyebaran virus covid-19. Memiliki komunitas dagang juga sangat membantu, agar persaingan pasar menjadi adil dan tidak adanya penjual yang menjual dagangannya dengan harga yang bisa merusak harga pasar.