Teraktualisasikannya keragaman budaya Indonesia
Adalah bunyi salah satu substansi dari indikator maju dalam visi Indonesia 2020. Substansi tersebut mengkomandokan pada kita untuk mengangkat keragaman budaya kita di publik baik dalam domestik maupun mancanegara.
Di tengah arus globalisasi ini, budaya bangsa kita perlahan terkikis oleh budaya asing. Sedih memang, namun itulah realitanya. Lalu bagaimana pemerintah mengaktualkan budaya kita di tengah globalisasi ini?
Memang saat ini pemerintah negara kita sangat aktif-aktifnya mengangkat budaya kita ini. Setiap tahun diadakan pagelaran budaya seluruh Indonesia di TMII, kemudian setiap tahun juga orang-orang dari dinas pariwisata mengadakan temu budaya antar provinsi. Bukan hanya itu, banyak acara-acara lain yang diadakan pemerintah untuk meningkatkan eksistensi budaya kita.
Tapi cukup kah itu?
Saya rasa masih belum cukup.
Jika kita hanya menggelar acara saja tidak akan membekas pada masyarakat dan tidak ada monumen atau bekas yang dapat dijadikan bukti nyata terhadap acara-acara tersebut.
Suatu hari saya berpikir, daerah di Indonesia yang sering dikunjungi masyarakat dan bangsa asing itu dimana aja sih?
Kalau nggak Bali ya Jogja. Lalu saya berpikir apa daya tarik utama dari dua kota itu?
Jawabannya adalah karena daerah mereka masih memegang kehidupan tradisionalnya di tengah perkembangan kota. Lalu terbesit dalam kepala saya, kenapa tidak dibuat setiap Provinsi saja suatu daerah dimana di sana dipusatkan budaya dari daerah tersebut, dimana di sana masyarakat masih hidup dalam tradisi dan budaya yang kental, tapi mudah diakses oleh siapa saja.
Dari situlah lahir sebuah ide bernama Daerah Khusus Aglomerasi Budaya (DEKAB).
DEKAB adalah suatu daerah seluas minimal 5 Km persegi yang terletak tidak jauh dari pusat ibukota Provinsi masing-masing. Di daerah ini dihuni oleh masyarakat yang sadar akan tradisi dan budaya masing-masing sehingga dalam kesehariannya dalam daerah ini kebudayaan akan terasa kental. Berbeda dengan desa, dalam daerah ini kehidupan selayaknya daerah kota, memiliki kemudahan akses ke fasilitas-fasilitas umum.
Untuk menjaga kentalnya budaya di tengah arus perubahan ini, kita bisa belajar dari Bali dan Jogja yang notabene adalah kota yang paling sering bertegur sapa dengan bangsa asing tetapi tetap bisa mempertahankan eksistensi budayanya.
Selain kehidupan masyarakatnya yang dibuat kental akan tradisi, DEKAB juga dapat direkomendasikan sebagai lokasi kondusif bagi penyelenggaraan-penyelenggaraan acara kebudayaan daerah. Dengan begitu, semua kebudayaan di daerah tersebut dapat di-record dan terlestarikan di DEKAB.
Jika DEKAB bisa direalisasikan, maka Indonesia mendapat dua keuntungan dalam satu waktu. Yang pertama Indonesia bisa mempertahankan eksistensi budayanya di seluruh daerah agar masyarakat tidak melupakan budayanya.
Yang kedua Indonesia bisa mendapatkan banyak pemasukan dari hasil pariwisatanya dan tidak menutup kemungkinan daerah ini dapat menarik turis mancanegara. Jika hal ini terjadi, maka eksistensi budaya Indonesia akan terkenal di seluruh dunia, dan bukan hanya Bali lagi yang terkenal di dunia tapi semua daerah.
Akankah ide ini tersampaikan pada pak Anies Baswedan selaku Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah R.I kita yang sekarang, dan akankah ide ini bisa direalisasikan tergantung pada kalian yang membaca. Jika menurut kalian ide ini perlu direalisasikan mari bantu saya untuk membagikannya pada semua orang agar ide ini dapat menjadi perhatian pemerintah kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H