Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Azry Zulfiqar

Independent Writer

Kepulangan Seorang Ayah

Diperbarui: 1 Oktober 2022   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image via pexels

Aku sudah keluar! Ya, sudah keluar dari dinding-dinding tebal dan jeruji besi yang menyelimuti ruang gerakku. Betahun-tahun lamanya sampai Aku pun muak dan bosan. Sampai Aku tak tahu lagi apa itu kebebasan? Sepanjang jalan Aku melihat banyak orang-orang yang sebelumnya Aku sudah lupa soal visual kehidupan. Karena memang yang Aku lihat cuma orang-orang jahat, keji, kriminal dan orang-orang dengan banyak bekas luka serta sayatan.

Tidur dan berteman dengan Mereka dan diwarnai dengan perundungan. Bahkan Aku tak tahu lagi apa itu kedamaian dan keharmonisan. Semua benar-benar hilang karena kebodohanku. Semua sirna karena apa yang telah kubuat. Aku pendosa yang mungkin tak layak mendapatkannya. Namun Aku masih ingin kebebasan dan menghirup udara bebas. Bukan menghirup udara busuk dari nafas-nafas Mereka! Aku ingin berjalan melihat apapun yang berwarna, bukan melihat wajah sipir yang dingin dan wajah teman-temanku yang bengis di ruangan melulu.

Aku berjalan dengan lelah dan kesal. Tak ada yang menjemputku! istriku juga tak ada di ujung pintu tadi. Padahal Aku merindukannya, aku juga sayang kepadanya. Kepulangan ini untuknya saja seorang. Maafkan Aku yang tak bisa menjadi suami yang baik. Maafkan Aku, Aku segera menuju kerumah. Tidak, Aku tak akan mampir kemana pun! Aku benar-benar ingin menuju rumah kecil dengan pohon jambu didepannya. Rumah bercat putih yang dirindukan, semoga istriku sedang didepan pagar untuk menyambut suaminya yang payah ini.

Aku berharap Dia tak malu ketika memeluk sampah masyarakat sepertiku. Berkecamuk banyak pikiran penuh saat ini. Ditambah jalan kaki dengan kondisi yang kelaparan, membuatku sangat lelah. Semoga Istriku memasak makanan yang hangat untuk Kita berdua. Aku tak sabar menanyakan kabar kedua anakku. Kedua bocah perempuan yang sangat lucu, tapi sayang bahwa ayahnya sangat bengis dan tak mampu menghiburnya.

Beberapa jam berlalu setelah berjalan kaki, dari kejauhan Kulihat rumahku. Tak banyak berubah dan mungkin agak sedikit kotor saja, apa karena istriku malas menyapu? tak apa, Aku tak akan memarahinya! Aku ingin memeluk dirinya serta anak-anakku juga. Tak peduli, Aku cuma ingin merayakan kepulanganku! Aku membuka pintu dan melihat  istriku menoleh kepadaku. Tatapannya dingin dan Ia masih terlihat acuh dengan kedatanganku. Mungkinkah Ia masih terkejut? Aku paham jika Ia belum bisa memaafkanku karena dosa besarku. Tapi setidaknya Aku berjanji dan berjanji selalu padanya untuk yang akan datang.

Aku menangis dan mencoba memeluknya, namun Ia menghindar. Sampai akhirnya Aku mendengar suara kedua anakku bermain lari-larian di dalam rumah yang kecil ini. Mereka melihatku dengan tatapan curiga dan tak ada raut wajah bahagia bahwa ayahnya sudah pulang. Entah kenapa benar-benar sepi melanda suasana yang canggung ini. Istriku menarik kedua tangan anakku dan mencoba untuk berpindah ke ruangan kamar sebelah. Aku membiarkannya beberapa detik dan tampaknya Aku berniat menyusulnya ke Kamarku.

Kamarku dengan istriku tercinta, tampaknya sudah lama Aku tak berada diatas ranjang itu. Sementara Istriku juga tak banyak berubah, Ia awet muda sekali! Ia cantik sekali! sungguh foto pernikahan Kita terpajang di dinding rumah yang membuatku terdiam! sementara wajah anak-anakku masih saja terlihat imut saat ini! berbeda denganku yang terhias jenggot dan kumis panjang di wajahku.

Segera ku menyusul ke kamarku dimana Istriku berada di sana bersama anak-anakku. Ku buka pintu perlahan dan Aku menangis sejadi-jadinya dalam hitungan detik! Tak ada siapapun disana! Mereka tlah pergi! Mereka tak berpindah tempat! Mereka tlah pergi selamanya! Ini benar-benar kesalahan fatal, sepi menghampiri dan sedih menyelimutiku.

Bercak-bercak Mereka masih membekas di tembok-tembok kamar yang dulunya penuh kehangatan ini. Maaf, hanya kata maaf dan penyesalan yang terucap. Tak ada sambutan hangat, tak ada makanan hangat juga karena yang ada hanya hangatnya kasih yang dulu Aku rasakan.

Mereka tak ada dirumah, sepertinya Aku harus ke pemakaman Mereka saat ini. Aku rindu, Aku salah alamat untuk pulang menemui Mereka. Bertahun-tahun lamanya, mungkin Mereka belum bisa memaafkan Aku. Tak hanya harapan dan kebahagiaan yang hilang, keberadaan Mereka pun sirna. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline