Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Azry Zulfiqar

Independent Writer

Body Shaming Halus yang "Tertutup" Keakraban

Diperbarui: 17 Desember 2020   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@artzry

Disaat berjumpa dengan teman sebaya atau sedang dalam perkumpulan yang akrab, seringkali yang pertama dilakukan ialah menyapa dengan nama panggilan kemudian melakukan tos atau salaman dan dilanjutkan dengan satu ucapan basa-basi seperti "gimana kabar?" atau "kerja dimana sekarang?" seperti itu. Namun biasa saja bukan jika seseorang bertanya tentang hal itu? terutama jika sudah lama tidak bertemu. Namanya basa-basi atau entah bertanya serius wajar saja karena menunjukkan kepedulian dengan keadaan Kita.

Namun, pernahkah akrab dengan kata-kata seperti ini "Wih gemukan ya", "Jerawatan tuh mikirin apaan hayo" dan "makin ceking aja" atau "iteman ya semenjak disana" seperti itu semua dan banyak lagi. Kadang kesan orang-orang saat bertemu memang soal fisik sebab manusia dianugerahi kedua mata untuk melihat. 

Soal anugerah diberi kedua mata memang tidak salah namun dalam menilai atau berhati-hati manusia juga harus tidak sembarangan. Apalagi jika mata sudah berkoordinasi dengan mulut ditambah dengan akal yang tak sehat jelas sudah tak baik dirasa.

Fenomena kata-kata diatas itu dikenal dengan istilah "body shaming" yang adalah kegiatan mengkritik, mengejek dan mengomentari bentuk fisik atau penampilan orang lain dengan negatif. Seringkali memang hal ini tidak terjadi secara langsung saja melainkan dengan komentar dimedia sosial, berbicara dibelakan ataupun lainnya. Perbuatan ini jelas dari definisinya buruk karena dampaknya pun buruk juga bagi korban. Hal tersebut sungguh memalukan karena sifatnya mempermalukan korban.

Tetapi, harus disadari bahwa body shaming tak hanya diucapkan bernada sinis dan sadis namun seperti cerita kalimat diatas yang kata-kata tersebut terbalut dengan keakraban dan kedekatan sehingga tidak terlihat menyakitkan walaupun itu sudah termasuk kategori body shaming. Contoh kata-kata seperti "Wih gemukan ya" dan "makin ceking aja" atau "iteman ya semenjak disana" pun sudah menunjukkan bahwa didalah suasana keakraban masih ada body shaming dan secara tak sadar pelaku tidak sengaja mengatakannya.

Setelah kata-kata itu dilontarkan mungkin sebagian besar tidak menyadarinya dan biasa saja karena Mereka mempunyai relasi dan diucapkan dengan nada keakraban namun jika dengan orang tidak dikenal dan dengan nada sinis? bisa terseret hukum pastinya. Mau dengan nada keakraban atau sinis dan dengan teman atau dengan orang tak dikenal bahkan siapapun memanglah harus dihentikan. Kenapa? karena takut menjadi kebiasaan atau budaya.

Lalu bagaimana jika si korban merasa tidak apa-apa? sebaiknya mungkin jangan karena akan memberikan kesempatan pada pelaku untuk terbiasa melakukan hal tersebut bahkan kepada teman akrab lainnya ataupun orang lain. Karena memang kebiasaan dan pola pikir pertama sudah terbiasa komentar soal fisik maka ada baiknya dihentikan sebagai sarana edukasi.

Padahal secara arti dalam "gemukan ya" dengan "gemuk Lo!" itu tak ada bedanya karena artinya tetap saja mengandung komentar tentang badan yang gemuk. Bahkan bagi korban juga Kita tidak tahu seakrab apapun bersama Mereka isi hatinya tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri. 

Setiap orang memang berbeda-beda dalam menanggapi oleh karena itu samakan persepsi soal kebaikan sehingga komentar atau perkataan soal fisik ada baiknya diganti dengan pujian dan terlebih lagi harus mengenal kosakata yang lebih sopan kepada semua orang.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline