Manusia pada dasarnya memiliki watak dan karakter yang berdeda-beda, unik, dan menggemaskan. Bagaimana tidak menggemasakan perintah jelas tentang adanya kebaikan hanya sekedar teori saja, pengamalanya jauh dari yang diharapkan.
Padahal tiap orang pasti senang dengan adanya orang yang melakukan kebaikan, ini yang uniknya. Seseorang senang dengan kebaikan tetapi dirinya enggan melakukan kebaikan.
Wah bagaimana bisa begini?
Mungkin salah satu sebabnya adalah budaya menonton, kebiasaan menonton ternyata berdampak pada prilaku, dan sikap seseorang.
Yahhh, media sering menyuguhkan tontonan yang beraneka ragam, mulai dari yang bagus-bagus sampai yang jelek-jelek di pertontonkan.
Kala ada tontonan yang baik, dan bagus, penonton hanya terkagum, tersentuh dan terketuk hatinya, begitu pun dengan tontonan yang tidak baik, penonton cuma bisa menggerutu. Sikap seperti ini yang terlalu lama di lakukan dan akhirnya menjadi kebiasaan membekas di otak sehingga mewujudkan sikap atau karakter yang baru.
Persis dengan kejadian berikut :
"ketika dalam kreta comuterline, ada seorang mba-mba yang baik hati menyilahkan seorang kakek duduk di tempatnya, peristiwa ini sempat menjadi tontonan hampir semua orang yang ada dalam gerbong kreta melihatnya dan bersimpati, setelah itu kreta berhenti dan sebagian penumpang turun. Sudah menjadi kebiasaan sepertinya ketika naik kreta berebut tempat duduk. Setelahnya kreta berjalan kembali dan nampaklah pemandangan yang krusial".
Kebaikan yang di lakukan oleh mba-mba tadi, rupanya tidak cukup untuk menjadi contoh seorang penumpang yang baik kala budaya penonton sudah melekat dalam diri seseorang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H