Lihat ke Halaman Asli

Artika Puspitasari Salsabila

Mahasiswa 23107030046 UIN Sunan Kalijaga

Pengaruh TikTok pada Perilaku "Barcode Tangan" di Kalangan Remaja

Diperbarui: 30 Maret 2024   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.cloudcomputing.id/

Interaksi yang terjadi pada ruang digital semakin luas. Terlebih difasilitasi oleh media sosial yang semakin memungkinkan banyak orang berkomunikasi secara interaktif. Saat ini, pesan balasan bukan hanya dibalas dalam hitungan bulan, hari, atau jam. Namun interaksi pesan bisa dilakukan dalam hitungan detik.

Beberapa aplikasi telah melengkapi fitur di dalamnya, untuk menyediakan ruang interaksi lebih fleksibel dan cepat. Salah satu diantaranya adalah tiktok lewat live video (Suprayitno et al., 2023).

Interaksi yang semakin luas ini membuka pintu bagi berbagai kemungkinan dalam menyampaikan ide, informasi, atau bahkan hiburan secara real-time.

Kehadiran live video pada platform seperti Tiktok menjadi salah satu inovasi yang mempercepat dinamika interaksi tersebut. Melalui fitur live video, pengguna dapat berkomunikasi secara langsung dengan audiens mereka, menjadikan proses pertukaran pesan lebih instan dan menghilangkan hambatan waktu.

Namun, di tengah kemajuan tersebut, muncul fenomena yang meresahkan, yaitu 'barcode tangan', yang menjadi perhatian nasional. Aksi menyakiti diri dengan membuat garis-garis seperti barcode di pergelangan tangan telah menimbulkan kekhawatiran dan dipandang sebagai indikator gejala psikologis, seperti rasa takut, kecemasan, dan kesedihan.

Fenomena ini terutama melibatkan pelajar sekolah, dan pihak kepolisian harus mengambil tindakan preventif untuk mencegah kejadian berbahaya ini terulang. Edukasi dan sosialisasi di sekolah, dengan penekanan pada peran orang tua dan guru, menjadi strategi untuk mengatasi fenomena ini.

https://rsj.acehprov.go.id/

Self-harm atau melukai diri sendiri merupakan suatu bentuk perilaku untuk meluapkan rasa emosi dengan cara menyakiti diri sendiri yang dilakukan secara sengaja tanpa ada niat untuk bunuh diri. Self-harm banyak dilakukan oleh remaja sebab ketidakmampuan remaja dalam mengatasi masalah, rasa kesepian, tingkat kesulitan yang tinggi dalam menanggapi pengalaman negatif dan tingkat toleransi yang rendah terhadap masalah yang dihadapi emotion focus coping, faktor eksternal dan internal serta pola komunikasi orang tua.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa ada sekitar 20% remaja di dunia yang melukai diri sendiri. Remaja, terutama usia 14-21 tahun, cenderung melakukan self-harm sebagai cara untuk meluapkan perasaan marah, kesal, stres, hingga depresi.

Meskipun diri mereka merasa puas dan lega setelah melakukan self-harm, perasaan itu bersifat sementara dan sering diikuti oleh rasa bersalah. Faktor internal dan eksternal, seperti kesulitan mengatasi masalah, rasa kesepian, dan tekanan emosional, dapat memicu perilaku self-harm (Saputra et al., 2022). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline