Lihat ke Halaman Asli

'Perempuan di Novel-novel Ahmad Tohari'

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pertama kali saya mengenal novel Ahmad Tohari saat duduk di bangku SMP. Novel pertama yang saya baca trilogi 'Trilogi: Ronggeng Dukuh Paruk'. Satu hal yang terpenting setelah membaca novel ini, saya menjadi ketagihan membaca novel-novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel kedua yang saya baca 'Belantik' ini buku kedua yang kala itu masih terbagi menjadi dwilogi dengan 'Bekisar Merah' yang menjadi buku pertama. Belakangan dwilogi ini dijadikan satu dan diberi judul 'Bekisar Merah'. Tak hanya novelnya, saya juga menggemari kumpulan cerpennya, khususnya 'kumcer' pertama yang saya baca 'Senyum Karyamin'.

Hal yang paling ketara ketika membaca tulisan-tulisan Ahmad Tohari, yang paling menonjol adalah peran tokoh perempuan di novel-novel yang Ahmad Tohari tulis. Hampir semua tokoh perempuan di sana mengalami nasib yang tak jauh berbeda. Lasi, tokoh utama di novel 'Bekisar Merah' dan Srintil di novel 'Ronggeng Dukuh Paruk' . Saya katakan bahwa nasib keduanya mirip. Terkungkung dalam keadaan yang tak diinginkan oleh semua perempuan di jagad raya. Kebebasan yang terampas, bahkan kemanusiaan yang 'abstrak' untuk mereka. Meski dalam hal ini saya tak melihat di tokoh Rifah dalam novel 'Kubah'.

Tak berlebihan andaikan sebenarnya ada bagian-bagian feminisme yang ditonjolkan seorang Ahmad Tohari dalam setiap karyanya. Ketidak adilan gender juga menonjol di karyanya (khususnya yang saya sebutkan di atas). Bahkan 'perlawanan' hegemoni patriaki yang menjerat kaum perempuanterlihat jelas atas gambaran tokoh Srintil dan Lasi. Feminisme yang diusung oleh seorang pengarang pria, hmm, begitu menarik bukan. Meski banyak pengarang pria yang mengusung tema tentang perempuan, namun jarang ada yang seperti Ahmad Tohari.

Ahmad Tohari tak ubahnya pengarang pria yang ingin menyelamatkan tokoh perempuan di setiap karya yang ditulisnya. Meski pada kenyataannya, ada hal-hal yang akan membuat para pembacanya mengerutkan kening, emm, bukan karena 'ada sesuatu' di tulisannya, tapi bagaimana cara penulis ini menggambarkan betapa rumitnya menjadi perempuan yang 'menawan' . Bahasa yang lugas, penggambaran setting yang jernih, dan beberapa poin plus akan ditemui ketika membaca novel-novel Ahmad Tohari dengan 'mesra' dan nyaman.

Tokoh perempuan dan pengarangnya begitu lekat menjadi satu meski ia seorang penulis pria. Penulis yang menyelamatkan tokoh perempuan dengan cara yang berbeda dan sedikit 'aneh'. Atau mungkin ingin menyelamatkan tokoh perempuan lewat tangan tokoh pria yang diutus. Andai Lasi dan Srintil benar-benar hidup dalam dunia nyata, mungkin dia akan menemui pengarangnya dan mengucapkan, "Terima kasih, Bapak."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline