Lihat ke Halaman Asli

Artha Tianda

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

Covid-19 Mengguncang Ekonomi Indonesia

Diperbarui: 13 Mei 2020   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Nama : Artha Tianda

Jurusan : Akuntansi Syariah

Instansi : UIN RADEN INTAN LAMPUNG

Dosen : Muhammad Iqbal Fasa

Virus Corona atau Covid-19 awalnya virus ini ditemukan pada 31 Desember 2019 di Wuhan China, dan menyerang orang-orang yang sedang di pasar hewan. Mengejutkannya, tiga hari setelah itu ada 44 pasien yang mengalami pneumonia (sakit paru-paru) misterius. Kemudian pada 11 Februari kemarin, WHO menamai virus ini SARS-Cov-2 (satu famili virusnya dgn SARS, MERS, dll), sedangkan penyakitnya bernama Covid-19.

Covid-19 sudah dikategorikan sebagai Pandemi global oleh WHO atau organisasi kesehatan dunia sudah berkesimpulan bahwa Covid-19 tidak hanya sekedar Flu biasa. Covid-19 mengancam nyawa semua umur, semua kalangan dan  social ekonomi. Belajar dari provinsi di China (Hubei dan sekitarnya) tingkat kematian berkorelasi negatif dengan kesiapan sistem layanan kesehatan sebuah daerah atau negara. Makin jelek kesiapan sistem layanan kesehatan, makin tinggi korelasi kemungkinan tingkat kematian akibat Corona. 

Namun, memiliki fasilitas kesehatan yang bagus tidaklah cukup.  Apabila batas kapasitas sistem layanan kesehatan sudah terlampaui, di manapun itu, akan tetap berisiko tinggi pada kematian masyarakat. Tidak hanya China, negara-negara maju yang sistem layanan kesehatannya sudah mapan, seperti di Eropa dan Amerika Serikat, pun kewalahan menghadapi wabah ini.  

Para ahli berpendapat bahwa Pandemi Covid-19 ini akan berjalan dalam tempo cukup panjang. Bisa satu hingga dua tahun, atau selamanya. Kita perlu mempersiapkan mental dan psikologis kita sekarang. Grand strategy kita ke depan lebih kepada buying time, atau menunggu agar tidak terlalu banyak orang harus ke Puskesmas dan Rumah Sakit.

Beberapa ahli ekonomi mencoba melakukan modelling estimasi biaya dengan berbagai skenario. Kebanyakan, mereka menggunakan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 ini akan mengikuti pola eksponensial bukan tren linear. Misalnya, mengestimasi Indonesia akan mengalami penurunan GDP sebesar 1.3 persen dan jumlah orang meninggal sebanyak 648 ribu orang dalam satu tahun ke depan. Jika kita mengasumsikan pertumbuhan kita sebesar 5.0-5.4 persen maka di tahun pertama ini pertumbuhan Indonesia akan berada di kisaran 4.2  4.6  persen sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Bank Indonesia.

Apakah implikasi pertumbuhan yang melambat tersebut? Pertama, pertumbuhan yang rendah berarti pendapatan pajak akan menurun. Dan efeknya akan domino ke sektor-sektor yang lain seperti, banyak pembiayaan kegiatan pemerintahan dan bantuan sosial berasal dari pajak. Misalnya untuk BPJS-Kesehatan, dana beasiswa siswa miskin, bantuan pangan non-tunai dan lain sebagainya. Kedua, dengan turunnya pendapatan masyarakat maka konsumsi juga akan menurun. 

Padahal konsumsi satu orang, berarti pendapatan bagi orang lain. Jika makin sedikit orang melakukan konsumsi dan menahan tabungan. Di sisi yang lain, perdagangan internasional di kala pandemi juga tidak begitu menggembirakan. Kemungkinan besar akan turun permintaan produk ekspor dan juga berarti produksi dalam negeri kita juga akan turun. Kemudian, tanpa produksi maka pabrik-pabrik akan berhenti beroperasi dan karyawan akan dirumahkan. Jika pengangguran naik maka masalah sosial sulit dihindari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline