Lihat ke Halaman Asli

Artanti Indira

Mahasiswa Universitas Airlangga

Stoicisme, Egois untuk Meraih Hidup Tenang

Diperbarui: 4 Juni 2023   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah berbagai ajaran filsafat di dunia ini, terdapat satu ajaran filosofi yang cukup menarik banyak perhatian berbagai kalangan, terutama masyarakat modern yaitu stoicism. Berasal dari bahasa Yunani "stoikos" berarti "dari stoa", mengacu pada Stoa Poikile atau "Beranda Berlukis".

Stoicism merupakan filosofi yang dapat membawa kita ke jenjang kebahagiaan, meskipun dalam stoicism arti dari bahagia itu sendiri tak perlu dikejar karena berisi ajaran tentang bagaimana cara melepaskan diri dari segala hasrat nafsu, baik rasa suka maupun rasa sedih. Semua hal yang terjadi didalam hidup merupakan netral, tidak ada yang negatif dan positif.

Memerlukan self-control untuk mengendalikan nalar yang bersifat rasional agar dapat meredam emosi -- emosi yang muncul sebagai bagaimana reaksi kita menghadapi suatu peristiwa. 

Hal tersebut yang membuat stoicism seringkali dikira egois karena terkesan mempedulikan kepentingan personal bukan kepentingan bersama. Karena ego merupakan bagian dari pikiran kita mengenai bagaimana orang lain menerima kita. 

Dengan kecenderungan mencari validitas dan pengakuan mengenai diri kita, namun dalam stoicism mengajarkan kita untuk berfokus kepada hal yang dapat kita kendalikan dan menerima atau pasrah menerima hal yang diluar kendali kita.

Dibalik kesalahpahaman mengenai stoicism dan sifat egois, stoicism bukan berarti hanya berfokus pada kebahagian diri kita sendiri melainkan menjauhkan diri kita dari sifat tidak mementingkan diri dan mengorbankan kebahagian kita untuk orang lain. 

Seorang individu yang menerapkan filosofi Stoic didalam hidupnya memiliki pemikiran rasional yang melepaskan diri dari faktor eksternal. Dengan kemampuan mengakali ego yang dimilikinya dapat mencapai ketenangan batin dan kebahagian hidup. 

Namun ego merupakan bagian dari personality kita yang tentunya tidak dapat lepas, namun bila kita dapat mengendalikannya akan membuat kita menjadi bijak dalam pengembangan diri kita dan bagaimana kita menyikapi kejadian -- kejadian tak terduga dalam hidup kita.

Dapat kita simpulkan bahwa filosofi stoicism merupakan ilmu yang mengajarkan kita melakukan pengendalian diri dan mementingkan kebahagiaan menggunakan sikap rasional bukan sikap egois yang tentunya dapat membawa individu yang menganutnya meraih kebahagiaan melalui ketenangan hidup. Dimana untuk mencapai suatu tahap tersulit dalam diri kita adalah merelakan atau bersikap ikhlas atas apapun yang telah terjadi pada diri kita. 

Dengan mengurangi luapan emosi baik kesedihan maupun kebahagian untuk mencapai ketenangan hidup melalui menjadi netral terhadap segala hal. Sehingga kita tidak memiliki kecenderungan terikat pada nafsu duniawi agar kita dapat meraih ketenangan hidup secara hakiki.

Dengan demikian pengendalian diri berperan aktif guna meraih makna filosofi stoicism, dan hal itu bukan lah hal mudah yang dapat dilakukan semua orang. Kerap kali nafsu mengendalikan bagaimana cara kita bertindak dan juga bagaimana sudut pandang orang lain menjadi acuan kita menilai diri kita. Terlalu peduli dengan sekitar sehingga mengesampingkan kebahagiaan diri kita sendiri, serta mudah terkontrol emosi menjadi lawan dari stoicisme. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline