Lihat ke Halaman Asli

Arsyandi Arya

Mahasiswa

Apakah Gerakan Boikot Produk Zionis Berpengaruh dari Sisi Ekonomi

Diperbarui: 20 Juni 2024   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerakan boikot terhadap produk Israel, yang dikenal sebagai gerakan BDS (Boycott, Divestment, and Sanctions), telah menjadi sorotan global dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan ini bertujuan memberikan tekanan ekonomi dan politik kepada Israel agar mengubah kebijakan yang dinilai tidak adil dan tidak benar terhadap Palestina. Namun, apakah gerakan boikot ini merupakan langkah yang tepat dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel?

Pada satu sisi, gerakan boikot dapat dianggap sebagai langkah yang tepat dalam menekan Israel agar mengubah kebijakan. Dengan menghentikan impor produk Israel, gerakan boikot dapat memberikan tekanan ekonomi yang signifikan kepada negara tersebut. Selain itu, gerakan boikot juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu Palestina dan meningkatkan partisipasi dalam gerakan solidaritas dengan Palestina.

Namun, pada sisi lain, gerakan boikot juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, gerakan boikot dapat berdampak pada masyarakat Palestina sendiri. Dengan menghentikan impor produk Israel, Palestina juga akan kehilangan akses terhadap produk-produk yang dibutuhkan. Kedua, gerakan boikot dapat berdampak pada industri lokal yang terkait dengan produk Israel. Dalam beberapa kasus, industri lokal yang terkait dengan produk Israel dapat mengalami kerugian yang signifikan, sehingga dapat berdampak pada lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, gerakan boikot juga dapat berdampak pada hubungan antara Indonesia dan Israel. Dengan menghentikan kerjasama dan perdagangan dengan Israel, Indonesia dapat kehilangan kesempatan untuk meningkatkan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara tersebut. Selain itu, gerakan boikot juga dapat berdampak pada citra Indonesia di dunia internasional, dengan potensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan diplomasi.

Dalam beberapa hal, gerakan boikot dapat dianggap sebagai bentuk jihad yang sah bagi kaum muslimin. Boikot bertujuan memberi tekanan dan pengaruh secara ekonomi dan politik supaya negara yang diboikot tunduk kepada hukum internasional. Dalam sejarah, boikot telah berdampak signifikan, seperti pada tahun 1936 ketika rakyat Palestina dan kaum revolusioner melakukan pemogokan terhadap orang-orang Yahudi dan pendudukan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Dalam fatwa tersebut, MUI mengimbau masyarakat Muslim untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk pendukung Israel.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia Edy Misero memahami rasa solidaritas dan kemanusiaan mendorong masyarakat Indonesia memboikot produk yang disinyalir terafiliasi dengan Israel. Namun, aksi boikot perlu dilakukan secara proporsional agar upaya menekan Pemerintah Israel tidak berdampak pada pelaku usaha lokal

Menurut Yusuf Wibisono, seorang ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, logika dari gerakan boikot bertujuan memberikan tekanan ekonomi agar negara yang diboikot dapat mengubah kebijakan atau tindakan yang dinilai tidak adil dan tidak benar. Dalam hal ini, boikot terhadap produk Israel dapat berdampak secara efektif jika penolakan dilakukan terhadap produk impor yang memang didatangkan langsung dari Israel. Namun, aksi boikot yang dilakukan untuk sektor jasa atau restoran yang beroperasi di Indonesia punya potensi menghambat pertumbuhan kinerja pengusaha lokal.

Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan boikot produk Israel telah meningkat di Indonesia, dengan berbagai alasan yang menyatukan individu dan kelompok. Alasan utama adalah keinginan agar Israel mengakhiri pendudukannya di wilayah Palestina dan memberikan hak-hak penuh kepada warga Palestina. Selain itu, masyarakat Indonesia juga menganggap solusi yang ditawarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga internasional tidak memadai, sehingga gerakan BDS (Boycott, Divestment, and Sanctions) dianggap sebagai salah satu jalan terbaik untuk menunjukkan partisipasi dan ekspresi dukungan terhadap Palestina.

Dampak ekonomi dari gerakan boikot ini dapat dirasakan oleh berbagai sektor, termasuk sektor FNB dan FMCG di Indonesia. Potensi penurunan penjualan hingga 50% di sektor FMCG memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha. Data dari Bank Dunia menunjukkan adanya penurunan tajam dalam ekspor barang-barang "intermediet" Israel, yang berpotensi menyebabkan kerugian sekitar US$ 6 miliar. Selain itu, boikot juga dapat membawa dampak yang signifikan pada perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dan menggunakan bahan baku dari dalam negeri, dengan potensi mengancam lapangan pekerjaan yang terkait.

Dalam beberapa hal, boikot dapat dianggap sebagai bentuk jihad yang sah bagi kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan oleh Kementerian Agama RI. Boikot bertujuan memberi tekanan dan pengaruh secara ekonomi dan politik supaya negara yang diboikot tunduk kepada hukum internasional. Dalam sejarah, boikot telah berdampak signifikan, seperti pada tahun 1936 ketika rakyat Palestina dan kaum revolusioner melakukan pemogokan terhadap orang-orang Yahudi dan pendudukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline