Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Cerpen | Ustad Songker

Diperbarui: 28 Mei 2017   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kaskus.com

"Saya ini sedang bertarung memunggungi kegelapan". Suara lelaki di atas mimbar itu, kusangat mengenalnya. Sembari memandang kaligrafi sajadahku, dan menoleh jamaah masjid lainnya yang banyakan tertunduk. Hanyalah akulah paling sering memamer pandang ke lelaki itu, berharap ia melihatku.
Tapi lelaki itu, wajahnya tiada banyak bergerak ataukah melengkingkan suara khotbahnya di taraweh malam ini. 

Ia menyusul ujar syahdu.
"Dan saya menuju pintu-pintu terang yang sempit", imbuh lelaki yang teramat kuhafal kesehariannya.
Penuh seluruh telinga batinku, menyimak setiap ucapannya, bergandengan dengan ingatan-ingatanku pada kebaikan perilaku lelaki itu. 

Dialah yang pernah menitipkan pertolongan saat aku dalam perawatan di rumah sakit akibat serangan  jantung dan dua tahun kemudian, aku baru mengetahui pelaku titipan biaya perawatanku itu. Dialah lelaki secara urusan pribadiku, nyaris selalu hadir di kesusahanku. Namunnya, di peristiwa-peristiwa bahagiaku, lelaki itu tak pernah tampak di hadapanku. 

Tiada lelah lidahku mengisahkan lelaki akan rupa-rupa kemanusiaanya itu, suatu masa yang silam, kubertanya padanya: 

"Panjenengan kok begitu tenang, terasa tak punya susah". Ia tersenyum.
"Kawan, tiada orang yang gak punya susah, tetapi kesusahan paling susah dan termalang ialah susah mengingat Allah", helatan ucapannya ini mengundangku dalam gugup, tegun dan mengelus dagu. Ya, itu ucapan-ucapannya yang sudah berlalu, di tahun-tahun silamlah!

***

Lelaki di mimbar warna coklat itu, menyudahi ceramahnya, sholat sunat taraweh segera dimulai. Assholatu sunnatan taraweh jami'atan rakhimakumullah! Asholatulailahaillallah!

Terasa tarawehku selaku rantai perbincanganku dengan Tuhanku, kali ini sedikit terusik oleh inginku berjumpa lelaki itu. Astagfirullah! Ini sih menyekutukan perhatian, per-batin-an dan menyekati perjumpaanku dengan Sang Khalik. Namun, kurasa ini umum di tiap-tiap jamaah.

Lalu, taraweh telah tertunai, jamaah teratur melangkah keluar dari masjid dengan wajah berseri-seri, adem dan saling jabat tangan.
Benar saja, aku bertemu ustad itu saat ruangan masjid mulai sepi.

"Assalamu a'laikum?"
"Wa alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh"

Aku langsung berkeluh padanya
"Tad, di masa kecilku, aku sering ceramah taraweh dari masjdi ke masjid. Tapi setelah remaja, saya sudah ada rasa malu"
"Kenapa?"
"Ya....karena perbuatanku tidak sejalanlah dengan ceramahku", jelasku dan lelaki itu senyum ringan
"Tetapi, tidak sedikit orang sepertiku, isi dan nasyid ceramahnya membelakangi attitude", paparku agak ilmiah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline