Duduklah aku di sebuah pagar tua
Pulalah ditumbuhi pendaman jamur tua
Padaku yang telah tua ini
Rentalah namanya
Di pagi Minggu itu kusaksi
Seorang lelaki muda berjalan amatlah tenangnya
Al Kitab dirapat ke dada
Lalu kusaksi jua beberapa manusia
Berpandangan tak bersahabat padanya
Di sore Ahadnya kusaksi lagi
Seorang lelaki muda menuju sebuah surau
Manik-manik tasbih berlingkaran di lengannya
Lalu kusaksi seterusnya gelintiran manusia
Melepas senyum agaklah kecut
Kuturun dari pagar tua itu... di kota tua ini
Kutakar dua senyuman pemuda itu
Perihal laku-laku yang usai saja mereka terima
Kepada orang-orang itu, senyum manisnya lapangkan batinku
Sedariku telah mengertilah
Bila keduanya pun mengerti
Jikalau Muhammad dan Jesus
Telah lama sekali dicibiri orang
Tetapi keduanya memilih seyum terindah
Selaku layanan terindah kepada manusia pandai mencibir
Di karena senyum itu mampulah merimbunkan
Daun-daun yang telah lama mengering-meranggas
-----------------
Makassar, 13 Juni 2016
@m_armand fiksianer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H