Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Jangan Katakan Presiden Jokowi Marah

Diperbarui: 9 Desember 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber: www.youtube.com"][/caption]

Penulis menelisik video Presiden RI, Joko Widodo.  Di video itu, TV Metro sama sekali tak melabeli layar kacanya bahwa Presiden Joko Widodo marah. Hanya saja, di video itu, upploadernyalah yang memberi keterangan jika Presiden Joko Widodo marah. Ini teks aslinya yang penulis salin di video itu: "Pernyataan Jokowi Marah Terkait Sidang MKD Dan Pencatutan Namanya Oleh Setya Novanto".

Sekonyong-konyong penulis menilai bahwa media dalam memberi keterangan cukup berlebihan. Kenapa Kompasianer Makassar ini menyebut demikian? Karena yang penulis amati, Bapak Presiden Joko Widodo, tidaklah marah! Yang penulis perhatikan, Pak Presiden sedang emosi. Lalu apa bedanya antara marah dengan emosi? Ya, bedalah kawan. Emosi itu kumpulan-kumpulan perasaan, sedang marah itu luapan emosi. Penulis sama sekali tak mlihat gestur Pak Presiden dalam sikon uncontrolled. Tiada juga mencak-mencak di sana! Ataukah ekspresi linear dengan sebuah kemarahan. Itu amatanku sebagai mantan mahasiswa psikologi.

Semoga pernyataanku ini tak mengundang 'ketersinggungan' kepada kawan-kawan yang telah terlanjur mengikuti ritme media. Jikalaupun kawan-kawan tersinggung atau tak nyaman hati atas pernyataanku ini. Maka, lubuk hatiku membilang agar kudimaafkan. Penulis juga tak rela jika Presiden Joko Widodo disesatkan dengan sebutan "marah!". Buatku pak presiden bukanlah marah, tetapi suatu ketegasan-peringatan-statement!

Kala Pak Presdien disebut marah, hatiku terasa lain-lain. Karena apa lagi? Karena begitu sayangku kepada pemimpin Indonesia yang satu ini, dan juga sayang dengan pemimpin sebelumnya. Tetapi, kali ini beda. Sosoknya humanis, punya visi yang bagus dan tidaklah rakus. Bukan berarti bahwa pemimpin sebelumnya; rakus! Tidak sama sekali.

Penulis hanya tak ikhlas bila label marah disematkan kepada beliau. Oh iya, bisa jadi pernyataanku ini berpotensi untuk menyebutku sebagai penjilat atau pendukung Joko Widodo yang blind. Tak mengapalah, sebab penulis relaks usai menuliskan suara nuraniku ini. Bolehlah dibilang, curhat atau baper.

Pahamku secara universal, marah itu dalam sikon di bawah kendali emosi sempurna. Orangnya bisa lepas kontrol, kata-katanya juga kurang manusiawi lagi. Di video itu, penulis memandang Pak Presiden, tak satu katapun yang terucap yang lepas kendali. Semua dalam koridor komunikasi yang ideal. Penulis bangga memiliki presiden yang punya ketegasan seperti itu. Namun, penulis akan sedih bila Pak Presiden disebut marah. Karena marah itu bukanlah sifat pemimpin. Dan Pak Joko Widodo orangnya tak serupa itu. Kukira kita sudah pahami semua karakter Joko Widodo.

Janganlah follow-followan membilangi Joko Widodo marah. Beliau tidak marah. Penulis ulangi, beliau tidak marah. Saksikan saja gestur dan teknik komunikasi yang ia gunakan. Verbal dan non verbalnya, sangatlah tegas! Lagi-lagi, bukan marah. Emosi, iya! Sama saja saat kutuliskan artikelku ini di Kompasiana, penulis sedang emosi tetapi penulis tak marah. Kalau marah, manalah mungkin artikelku tersusun sesuai yang kuinginkan.

Musabab lain kenapa penulis kerap menitikkan air mata saat beliau dihina-hina? Karena penulis tak mampu menuliskan perasaanku hingga airmatalah yang menjadi lambang-lambang komunikasiku. Pun, saat orang menyanjung berlebihan, tetes air mataku juga tak sanggup kubendung. Entah kenapa! Sebetulnya, penulis kurang respek atas keduanya. Mencinta habis-habisan dan membenci terlalu dalam. Penulis hanyalah merindui bagaimana kita obyektif terhadap Joko Widodo, atas segala kelebihan dan kekurangannya. Ialah, kelebihannya janganlah ditambah-tambah, dan kekurangannya janganlah diaduk-aduk.

Lalu pembaca bisa jadi akan berkata bahwa penulis dari Timur Indonesia ini:  lebay dan maunya dibilangi bijaksana. Yah penulis mau apa jika penilaian seperti itu terlepas begitu saja, penulis tak mampu menjedanya karena itu hak pribadi tiap-tiap individu. Namun, segala ini penulis tuliskan untuk mengingatkan saja bahwa janganlah menyesatkan ataukah semacam mematikan karakter Joko Widodo.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline