Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Selfie Ironik Pak Haji di Tragedi Crane

Diperbarui: 16 September 2015   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lugu! Itu kata pertama penulis, saat memandang foto ini. Pikiranku gado-gado! Plus-minus atas penampakan yang senampak-nampaknya foto selfie ini, di balik musibah jatuhnya crane di Masjidil Haram, Makkah (11-09-2015). Bilangan positifku bahwa pak haji dan seorang wanita (bisa jadi istrinya ataukah adiknya, ataukah keluarga dekat) berfoto di sana. Sepertinya kecenderungan psikologik-historisnya bahwa pak haji ingin abadikan dirinya dengan latar robohnya crane yang mematikan itu.

Sebuah bukti kuat bahwa dirinya berada di sana, saat musibah itu terjadi. Itu jalan tanggapanku atas pro-kontranya foto asyik-asyik ini. Lalu, sebahagian pengguna medsos, mencibiri foto selfie itu, disalahkannya pak haji karena minim empati kepada korban crane yang ganas itu. Apatah lagi pak haji sedang dalam 'penyucian diri dan batin'. Maka bisa disebut bahwa pak haji cukup gagal memahami habluminannas!

Dunia selfie, diakui atau tak diakui, sering membunuh. Mematikan jasmaniah, dan juga membunuh karakter oleh perilaku reflektif. Wajar sangat, bila orang-orang geram dengan kelakuan pak haji itu, mirip-mirip dengan selfienya seseorang di balik musibah tabrakan kereta api yang menewaskan para penumpangnya termasuk masinis dan seluruh crew-nya. Lagi-lagi, keluguanlah (mungkin?) yang kerap membuat kita lupa segalanya, lupa nasib orang, lupa bahwa kita seharusnya berduka secara menyeluruh.

Apa lacur, foto selfie itu sudah menggurita di media sosial. Sedikit manfaatnya untuk diperdebatkan kecuali bagi orang-orang yang hendak berguru pada hikmah di baliknya. Bahwa, kejadian ini, tak repetitio pada diri kita, terutama penulis dan keluarga. Ini sesungguhnya aib, bila dikaji lebih lanjut. Aib karena 'segitulah' perilaku pak haji dalam memaknai 'kehajian'. Bolehlah dibilang, ini cerminan haji yang kurang kaya batin, papah dalam membaca lingkungan, dan juga kere dalam senasib-sependeritaan-seluka.

Bukan hanya pak haji dan pasangannya yang mengaduk-aduk perasaan, tetapi juga pemotretnya. Ketiganya, tiada yang sadar dini bahwa itu tak etis, bahkan tergolong amoral. Jelas, melanggar azas-azas moralitas, sekalipun selfie adalah hak setiap manusia, namun ada 'hak kesengsaraan' dari keluarga korban yang mesti ditimbang-timbang. Peristiwa serupa ini, bisa terjadi kepada siapa saja atas nama 'foto kenangan' atau apalah motifnya.

Artikel ini, semakin menguliti diri sendiri bahwa kita kerap melakukannya dengan tujuan tertentu, bahkan bisa disebut tujuan baik tetapi dengan momen yang salah, kesempatan yang keliru dan suasana yang jauh dari tepat. Manusia memang seperti itulah, tak sanggup mengontrol dirinya dalam durasi 24 jam. Samalah dengan penulis, khilaf-khilafnya banyak, andai penulis berada di sana (Makkah, red) bisa jadi penulispun melakukannya karena ketiadaan kontrol diri dan notifikasi batin dan alarm hati bahwa itu memang tak elok.

Dan, selalu lebih baik merogoh pelajaran atas setiap kejadian, termasuk foto selfie pak haji yang telah mendunia itu, bukan? Katakan saja: "Ya". Agar dunia lebih baik, dan juga akhirat lebih menjanjikan! Dan, penulis turut belasungkawa atas tragedi crane di Masjidil Haram, Makkah. Sekaligus, turut prihatin atas perilaku pak haji kita itu. Semoga tak ada lagi pak haji yang menambah daftar foto selfie yang tak enak dipandang itu!

Salam Kompasiana Pagi
Makassar, 16 September 2015
Dari seorang kawan
@m_armand

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline