Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Jokowi Tuang Air Minum, Apanya yang Salah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14297421371070426658

Apakah yang keliru saat Jokow Widodo nuangin air minum di gelas Ibu Mega atau Pak Aher? Dari sudut pandang dipakai penanggap/orang: 1. Sisi politik dan 2. Sisi budaya. Secara politik/pemerintahan, itu tidak pas! Tiada hierarkis! Mosok presiden yang lebih tinggi kedudukannya tuangkan air minum kepada pejabat yang lebih rendah. Ini merendahkan harkat seorang presiden. Benar gak? Bisa benar, bisa salah!

[caption id="attachment_412028" align="aligncenter" width="300" caption="sumber foto: fesbuk Ibu Maria G.Soemitro dan Ilyani Sudrajat"][/caption]

Sisi budaya pun, rada-rada tak terdefenisikan. Suami yang tuangkan air minum di gelas istrinya, misalnya. Apanya yang aneh? Oh gak ada yang aneh! Terus, soal kebiasaan Joko Widodo yang nuangin air minum ke pejabat beberapa tingkat di bawahnya. Salahnya di mana? Ya, salahnya karena terpublikasi. Dilihat semua orang! Itu saja. Dan penulis terlanjur juga melihat peristiwa yang tak lazim itu, juga turut berkomentar.

Sisi antropologi, budaya itu fleksibel. Tiada sekaku dan saklek. Contoh di keluarga, kabarnya ayah itu determinator dan penguasa di tingkat rumah tangga. Titahnya susah dibantah! Ini pun keliru, tidak seperti itu terjemahannya. Ayah itu pemimpin, manajemen keluarga, atas kuasanya. Ini buktinya: putrinya tiba-tiba menelpon ayahnya, agar dijemput di gerbang perumahan sekarang. Ayah pun segera menjemput putrinya. Lalu, di mana kekuasaan sang ayah? Kok malah disuruh-suruh sama putrinya!

Penulis justru memandangnya sebagai harmoni dan dinamisasi interaksi seorang Joko Widodo, sang presiden. Itu perilaku spontan! Apakah yang dilanggar Joko Widodo perihal 'kelakuan' yang justru cermin kerendahan hati, refleksi untuk semua pemimpin, dan model yang bagus dikembangkan. Itu bukan pencitraan di mata penulis. Huh..jaman sekarang, mudahnya orang berbuat baik namun sulitnya orang menerimanya. Kebaikan saja, susah diterima, gimana dengan kejahatan? Pasti ditolak 1/2 mati!

Apakah yang nyiyirin sikap presiden itu salah? Gak salah kok, cuman masih banyak hal yang lain lebih subtansi untuk dinyinyirin. Tapi sepertinya budaya nyinyir ini, sudah menjadi bagian vital dari keseharian kita. Barangkali kisah fiktif ini bisa menjadi renungan, bahwa tiga orang tetanggaku, penulis meminta komentarnya terhadap seorang lelaki muda yang baru saja lewat di halaman rumah kami. Tanggapan Si A: Ia tersenyum kepada kita karena takut. Respon Si B: Ia bungkukkan badan karena tulang belakangnya ada masalah. Reaksi Si C: Ia bertabik-tabik karena ada yang suruh. Nah, inilah contoh simulasi budaya yang aneh, setia melihat orang dari sisi negatif. Dan itu fakta habit, saat ini! Barangkali budaya ini, kita balikkan, kembalikan posisi semula. Memandang orang dari sisi kebaikan, kepositifan dan humble! Itu hanya bisa terjadi, bila dibiasakan!

Salam Kompasiana Pagi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline