Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Tas dan Buku, Pengalas Berhubungan Seks

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389590449241212652

RISET sex behavior takkan pernah terjeda kawan. Ini kisah remaja, di sebuah sekolah menengah, di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat. Kompasianer Makassar ini tiada kaget, mendengar pengakuan-pengakuan remaja akan modus penyelenggaraan hubungan seks pra nikah. Deretan perilaku remaja-remaja kita telah berada di pintu gerbang kehancuran melelehkan tataran sosial dan pranata budaya -yang kita tetap ingin awetkan- di sisa budaya Timur, yang juga masih menggelepar.

Ini penuturan seorang remaja kita: "Kita pacaran, baku cium-cium, naciumi leherku, naciumi punggungku, napegang-pegang juga anuku, sampai telanjangka', dan berhubungan badanmi".

***

Kolaborasi antara dosen pembimbing dengan seorang peneliti pemula, bernama Crisna Widya Silalahi, dia mahasiswi Promosi Kesehatan dan Behavior Science di Universitas Hasanuddin, Makassar.  Kompasianer Makassar ini meminta rekaman akan hasil in depth interview nya. Teramat mencengangkan bagi peneliti ini, yang juga berasal dari daerah yang ia teliti.

Kukatakan padanya, jangan bersedih. Itu fakta alamiah, itu pun 'ilmiah'. Bahwa, pergeseran kultur dan adat-istiadat nyaris bertekuk-lutut pada ganasnya media hingga anak remaja dengan mudah memamerkan zona super kepribadiannya.  Perkara-perkara yang hanya ditutupi daun pisang kering, selama ini, telah nyaris terbuka seluruhnya. Dan itu diparadesosialkan atas nama bangga-banggaan atau kesetiakawanan antar "anak genk", atau apapun namanya.

Terang-benderang, informan yang baru kelas dua SMA itu, bersuara: "Kalau dak adami tempat, kita biasa pake tas dan buku untuk berhubungan seks sebagai pengalas". Nyaris saja mahasisiwi itu menitikkan air mata akan nasib 'adik-adiknya' di kampung. Hampir tak percaya saat adik-adiknya menyerahkan sebuah rekaman video seks atas nama persembahan cinta. Saya sendiri, pun menyaksikan video itu saat proses konsultasi hasil riset.

Saya tiada pernah heran, ini hanyalah segelintir devian-nya remaja masa kini. sayapun sanggup ber-hipotesa bahwa; remaja dulu pun 'begitu', yang berbeda hanyalah fasilitas, bernama handphone, camera ataukah handycam. Namun, ada perekam lebih super sophisticated dari itu, Kreasi Tuhan, dialah bernama otak kecil (cerebellum).

Peran orangtua yang mana lagi?

Kemacetan dan kesemrawutan kultur, edukasi, piranti-piranti etika. Kian bersiklus buruk, orang-orang dengan bahasa populer menyudutkan para orang tua. Orangtua yang mana lagi yang harus satu per satu ditidakbenarkan, orangtua diantri untuk kemudian dievaluasi peran mereka terhadap putra-putri mereka. Peran yang bagaimana lagikah yang tak diapresiasi? Lusinan pesan setiap pagi, siang, sore, petang dan malam hari, tiada putus-putusnya mereka ingatkan kepada anak-anaknya, soal belajar, pergaulan, berkendaraan, berpakaian dan bertutur kata.

[caption id="attachment_315491" align="aligncenter" width="300" caption="Crisna Widya Silalahi, peneliti pemula itu"][/caption]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline