[caption id="attachment_200185" align="aligncenter" width="450" caption="ilustrasi: theobamacrat.com"][/caption]Artikel ini terpaksa saya tayangkan. Penyebabnya: tak jarang saya temukan artikel kesehatan, kedokteran dan medis yang hanya bersandarkan pada paparan superfisialis yang merupakan kontra profunda. Kedua istilah ini sangat populer dalam matakuliah anatomi.
Kenapa saya mewanti-wanti untuk berhati-hati melayangkan artikel kesehatan dan kedokteran?. Alasanku, sebab semua ini berhubungan erat dengan hidup matinya seorang manusia. Tubuh kita ini sebuah organisasi yang diinapi jutaan sistem respon dan SSP (Susunan Saraf Pusat), literan darah dan cairan-cairan lainnya.
Jika hanya mengandalkan referensi via search engine, sebaiknya kaji betul makna-makna kedokterannya sebab dapat menyesatkan pembaca dan berpotensi 'malpraktik'. Demikian pula halnya dengan keilmuan tentang jiwa, secara umum tidak ada kata yang pas untuk sebuah 'ilmu jiwa'. Yang dipelajari dalam psikologi bukanlah jiwa sesungguhnya tetapi ilmu yang memelajari gejala-gejala kejiwaan seseorang.
Aneh terasa, seorang penulis dengan gamblangnya mencuatkan ensiklopedi kedokteran semisal kebocoran paru-paru, gagal jantung dan kerusakan arteri. Pertanyaannya bagaimana cara penulis menguraikan terjadinya -mulai dari symptom sampai patologisnya- penyakit itu, apakah jika seseorang dapat serta merta memahami paru-paru bagian dexter ataukah sinister?.
Saya tak bermaksud untuk mengekang kreatifitas penulis untuk menuliskan artikel kedokteran dan perihal medis dengan berbagai tingkat kerumitannya. Namun, saya hendak berpesan via artikel ini bahwa sehebat-hebatnya seseorang menghafal segunung istilah kedokteran, ia takkan mampu menjelaskannya secara fisiologis, mikrobiologis, parasitologis dan hubungan antar rangka-rangka anatomik yang meliputi muscule dan perekat serta pelumas-pelumasnya. Hanya dokter yang mampu menguraikannya secara runtut dan detail sebab mereka telah memelajarinya dengan sebutan 'bagian' dan setiap bagian dijalani dengan durasi berbulan-bulan kemudian diujiankan di depan dokter penguji. Tak sedikit calon dokter tersendat-sendat kelulusannya dari satu bagian ke bagian lainnya.
* * *
Pengetahuan kedokteran yang hanya dapat menyebutkan ensiklopedi kedokteran dan medikal, maka sesungguhnya pengetahuannya cuma tergolong tingkatan C1 (domain kognitif terendah) dalam level taxonomi ilmu pengetahuan. Sayapun tak bermaksud bernasehat!!!. Namun, jika hendak memublikasi artikel kedokteran, sebaiknya paketkan tiga unsur yakni: Tuliskan, Kuasai dan Kendalikan.
Sekilas Kisah
Kemarin, seorang ibu bermaksud berhemat dalam biaya pengobatan. Anaknya demam tinggi, lemas, flu berat, sakit kepala dan telah berlangsung dua hari. Secara kebetulan saya berpapasan dan bertanya mau kemana buk?. Ke apotik beli obat, jawabnya. Saya lihat di tangannya secarik kertas. Obat apa Buk?, tanyaku penasaran. Beliau perlihatkan kertas kecil itu kepada saya. Ya ampun, ada empat jenis obat dan tak satupun dalam 'resep' itu obat berkategori HIJAU atau BIRU melingkar, semua dalam status K.
Pengakuannya, ibu ini membaca sebuah artikel kesehatan dan obatnya di sebuah situs kedokteran. Saya dengan penuh harap berkata kepada beliau: "Sebaiknya bawa anak ibu ke dokter". Alhamdulillah, sang ibu ikuti anjuran saya. Saya tak ingin anaknya kenapa-kenapa dengan mengkonsumsi empat jenis obat itu tanpa diawali pemeriksaan -medical cheke up- yang komprehensif. Sebab dalam zona kedokteran, gejala bisa sama namun jenis penyakit bisa berbeda dan pastinya jenis obatpun tidak akan sama.