Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Perawat, Sang Mafia Resep

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

133128389860618014

[caption id="attachment_175557" align="aligncenter" width="425" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Iklim hospital Indonesia tak putus dihentak ironi, diterpa bisnis terselubung. Adalah seorang perawat dan konco-konconya bekerjasama dengan apotik ekternal, apotik yang menjanjikan bonus jika seorang perawat menebus resep di tempatnya. Ulah ini terkuak setelah penulis mencocor pertanyaan kepada seorang mahasiswi yang sedang duduk di kursi ujian akhir, pagi tadi. Ia sukses mempertahankan hasil penelitian sehubungan dengan MARS (Manajemen Administrasi Rumah Sakit) khususnya analisis hubungan pasien dan pembiayaan pengobatan.

Mengapa Kompasianer Makassar ini begitu ngotot mencari tahu tentang turunnya income sebuah apotik di sebuah rumahsakit di lingkungan Universitas Hasanuddin, Makassar?. Coba cermati angka ini: Dua tahun lalu, angka tebusan resep mencapai 20.921, tahun kemarin drastis turun dan hanya 5.029 resep pasien yang tertebus di apotik rumahsakit itu.

* * *

Angka ini sangat devian, gila dan tak masuk akal sebab jumlah pasien relatif sama setiap tahunnya, bahkan pasien terkadang antri. Dari pola penyakitpun relatif sama, trend penyakit dan kesakitan masih seputar penyakit rakyat (generatif) dan penyakit-penyakit berbasis lingkungan, zoonotik, biomedik dan infeksi-infeksi pada digestivus serta respiratory system.

Lumrahlah di negara ini, rumahsakit pemerintah dijejali oleh pasien-pasien yang berekonomi redup. Sulit menemukan -walaupun ada- pasien di rumahsakit pemerintah yang berdompet berisikan puluhan kartu kredit dan kartu asuransi kesehatan kelas dunia. Mereka lebih memilih melarikan diri ke Singapura, Jerman ataupun China. Alasannya sederhana: Kualitas layanan medis tergaransi dan profesional.

* * *

Adalah "permainan" perawat yang telah memundurkan pendapatan asli rumahsakit di dekat kampus saya, padahal pemasukan dari instalasi apotik adalah salah satu unit yang menghidupkan manajemen pembiayaan sebuah rumahsakit. Apa daya, perawat itu dan kawan-kawan membujuk dan sekali-sekali memaksa pasien agar menebus resep obat di luar rumahsakit. Salah satu model rayuan mautnya adalah apotik di sini ribet, antri serta meminta surat macam-macam. Jejak demi jejak, faktualnya sang perawat diberi imbalan rupiah setiap resep obat yang ditebus di apotik tertentu. Sebuah hubungan mutualisme antara perawat dan apotik luar walau telah melemahkan dan menghancurkan institusinya sendiri.

Terlepas dari minimnya sallary di rumahsakit pemerintah, saya menyayangkan teknik-teknik menambah penghasilan seorang perawat dengan cara seperti ini. Tujuannya baik, metodenyalah yang salah. Itu bahasa halus saya kepada mereka. Terorbitlah pertanyaan di benak saya, apa gerangan penyebabnya hingga perawat-perawat ini tega menyakiti apotiknya sendiri?. Wow, mereka-mereka mendapatkan contoh secara langsung dari "lingkungannya" bagaimana cara melipatgandakan pendapatan pribadi dibalik institusi rumahsakit^^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline