Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Jonru, Ada Apa Denganmu?

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14195545731684601987

[caption id="attachment_386044" align="aligncenter" width="300" caption="www.arrahmah.com"][/caption]

Sobat Jonru, apa gerangan melandamu?

Saban hari dan malam, kusuai fan page-mu, begitu menggelora ketaksukaanmu pada Joko Widodo, siapalah itu Joko Widodo, orang biasa seperti kita-kita ini juga, bukan? Kuyakini ada latar psikologik akan status yang menderu-derumu itu.

Katakanlah padaku kawan, apakah sebab-musabab hingga engkau begitu murka? Saat ini kita tak lagi 'berkelahi' soal siapa presiden tetapi kita sedang bertarung nasib -gundah gulana- akan seperti apa Indonesia kita ini, bukan? Engkau begitu digodam-godam taste pesimistik? Bukankah itu sebuah balutan psikologik yang membuat nafasmu tersengal-sengal kawan?

Jonru sayang, engkau ini aset bangsa, engkau ini penulis hebat, 'pabrik' buku, motivator dan idola. Pamerkanlah kehebatanmu itu dengan -lebih- memberi sodaqoh ide kepada negara dan bangsa. Bukankah sodaqoh lebih spektakuler dibanding zakat? Sebab zakat itu memanglah wajib, sedang sodaqoh itu perkara suka dan rela. Dan bukankah engkau seorang Muslim sepertiku? Bukankah kita dalam memandang rupa-rupa problematika, kita diizinkan merunut bijaksananya seorang Abu Bakar? Sebab soal kritik itu telah gilang-gemilang direkomendasikan Rasulullah: Kritik Hidup dan Kritik Mati! Kritik hidup itu menghidupkan sesama, sedang kritik mati itu mematikan sesama. Bagiku kritik hidup itu, pahala kawan. Sedang kritik mati adalah sebaliknya.

Jonru, sungguh bedalah antara kritik dengan olok-olok kawan. Olok-olok itu sungguh bauran energi negatif yang kian digunakan kian kuat-mengental-bergetahan. Yang demikianlah itu, semakin menodakan sel-sel jiwa kawan. Karena yang demikian itu juga, pernah kualami. Sungguh, pernah kualami...!

Saudaraku Jonru, kukabarkan padamu bahwa menjadi Penulis Hebat itu perkara mudah kawan. Yang sulit itu, ketika telah bertahta menjadi Penulis Hebat adalah merawat ucapan, membina lidah, dan menuntun batiniah. Kupahami, engkaupun dislike dengan artikel 'teguran' ini. Tak mengapalah kawan! Besok-besok aku tergelincir-melembah, engkaulah yang akan mengingatkanku. Kali ini, sayalah yang me-warning-mu. Bukankah itu password persaudaraan saling ingat-mengingatkan? Hingga, segala ini juga, sebagai peringatan kepada penulis-penulis terbaik di Kompasiana, sebab telingaku tak sudi mendengar ucapan miris nan pilu serupa ini: "Kompasianer terbaik, kok begini cara ngomongnya?". Dan kubegitu terinspirasi atas pesanAli Bin Abu Thalib: "Tugas kita tetap di rel yang benar dan lurus, saat mayoritas orang di jalan tak benar dan tak lurus"

***

Saudaraku Jonru, anggap sajalah aku sedang ceramah, berkultum dan bertausiyah kawan, bernasehat padamu, pulalah bernasehat kepada para Kompasianer terbaik. Kudikatakan lebay, tak mengapalah. Sebab konon, emas yang ternampakkan di juluran seekor anjing, tetap saja dia emas. Dan nasehat seseorang dari kampung sepertiku, tetaplah itu baik kawan. Nasehat itu netral kawan, bisa datang dari berbagai penjuru manusia, mulai dari manusia baik, sampai ke manusia tak baik. Ia tetap disebut nasehat. Hakikat nasehat memang begitu!

Tak Tega Vs Tak Tega

Hatiku kelewat lama menyimpan rasa simpati dam antipati padamu, dua kutub perasaan yang sulit disatukan, ibarat air dan minyak. Begitu hebat perang batin kutapaki, tak tega melihatmu seperti itu, pun tak tega menuliskan ini. Lalu, secara birokrasi, begitu sopannya aku menghadap ke Tuhan kita, Allahu Ahad: "Ya Rabbi, perkenankan hamba menegur saudara Muslimku dengan pena". Doa ini telah lama kupintakan. Dan kutahu, engkau seorang Kompasianer juga, sepertiku kawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline