Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Armand

TERVERIFIKASI

Universitas Sultan Hasanuddin

Jangan Lawan Polri!

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14220186601126190923

POLRI kita sedang tak stabil, bila ditilik dari Psikologi Perkembangan maka POLRI saat ini berkelakuan seperti remaja. Ciri khas remaja adalah LABIL. Orang labil, jangan pernah dimarahi atau dibentak-bentak. Ia akan semakin labil, jadinya. Kita diwajibkan prihatin atas 'gejala kejiwaan' institusi Pengayom Masyarakat ini. Mereka adalah kita, walau kadang-kadang kita bukanlah mereka.

Sejak lama, POLRI mudah main kayu walau banyak juga POLRI yang baik. Kita apes saja karena jarang bertemu polisi yang baik dan benar. Bahwa kenyataan lapangan, polisi suka main ancam-ancam atas nama pakaian seragam yang dibeli dari uang rakyat. Baju seragam polri adalah kekuatannya sekaligus kelemahannya. Polri itu arogan. Yah, arogan. Bukan generalisasi tapi memang arogan. Ini kata ekstrimnya.

[caption id="attachment_392902" align="aligncenter" width="300" caption="nomafitri.wordpress.com"][/caption]

Kasihanilah

Mari kasihani polri kita, mereka dirundung perang psikologis, di gerbang kerusuhan institusi dan raibnya nilai-nilai kepolisian itu sendiri. Makanya, jangan lawan polri. Langkah psikologik yang lebih masuk akal adalah membujuknya, ya membujuk seperti menghadapi seseorang yang sedang ngambek. Kita wajib sadari bahwa mereka punya pistol, punya borgol, punya seragam, punya reserse, intel. Semua itu resmi sebagai 'kelengkapan' tugas dan operasional.

Tak baik buka-bukaan begini, disaksikan bermilyar suku bangsa di dunia. Ini bukan kesalahan polri semata, ini jelas kesalahan kolektif bangsa. Ini soal mentalitas. Dan, untuk sementara, polri digadang-gadang menempati urutan pertama untuk urusan mentalitas yang rapuh, kacau dan bipolar.

Kondisi 'genting' ini, tak efektif mengerasi polisi, mereka pasti pasang badan. Ini soal martabat, soal harga diri, soal korps. Apapun adanya, mereka adalah saudara-saudara kita, walau kita saban waktu kesal akan perilaku mereka. Polri kita telah disindir pepatah Bugis-Makassar: "Elo' coki, tea balao". Arti leksikalnya: "Pengen jadi kucing, tak pengen jadi tikus". Artinya, selalu mau menang sendiri! Dan menangnya itu ditempuh dengan beragam cara, termasuk pencarian pasal-pasal yang bisa menjadi dasar penangkapan seseorang. Mereka seolah ingin deklarasikan seperti ini: "Jangan coba-coba lawan kami".

Mesti ada sosok manusia di negeri ini yang bisa membujuk polisi kita, kenapa? Karena polri kita sudah nampak kekanak-kanakan. Predisen Joko Widodo sangat tepat untuk urusan bujuk-membujuk ini karena beliau punya karakter yang humble. Kekerasan polri -saat ini- sulit dijinakkan dengan cara hukum, pengadilan atau undang-undang karena toh menguasai undang-undang dan peraturan. Disayangkan karena pemakaian peraturan atau pasal-pasal dipakai bila menguntungkan dirinya.

Bukan Soal Lagi

Perkara benar atau salahnya prosedur penangkapan Bapak Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), itu bukan tema sentral polri kita. Saya pun meyakini bahwa polri tahu cara-cara yang etis dan tak etis dalam sebuah penangkapan seorang Pejabat Negara. Polri kita sedang murka, polri kita sedang 'galau', polri kita sedang memamerkan kekuatan. Kekuatan yang jauh dari 'tepat-guna'.

Penangkapan semena-mena kepada Pak Bambang itu, berpotensi menjadi 'meme' di negeri ini. Olehnya, tiada salah bila presiden atau sesepuh polri yang dianggap dituakan untuk turun gunung meredakan emosi polri yang sedang meluap-luap dan sedang terbakar-bakar itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline