Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Arsyad Fauzi

Universitas Airlangga Rekayasa Nanoteknologi

Penerapan Nanoteknologi Pada Bidang Kesehatan

Diperbarui: 10 Januari 2025   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

     Nanoteknologi merupakan materi atau ilmu yang mulai berkembang pesat di jaman yang maju ini dan telah memberikan dampak yang signifikan pada berbagai bidang terkhusunya bidang kesehatan. Pada bidang Nanoteknologi sendiri melibatkan manipulasi material pada skala (1-100 nanometer) untuk menghasilkan suatu perangkat, sistem, atau material yang dapat mendiagnosis, terapi, dan pengobatan suatu penyakit.

     Pendekatan Nanoteknologi pada bidang kesehatan merupakan langkah yang besar pada bidang kesehatan, seperti cepatnya reaksi obat yang lebih efektif, pengembang alat diagnostik yang lebih sensitif dan efektif, hingga perbaikan metode terapi kanker. Perlu kita ketahui bahwa banyak kanker termasuk ke dalam salah satu masalah penyakit terbesar di dunia. Pada tahun 2012 kanker menjadi penyebab 8,2 juta penduduk di bumi meninggal dunia.

     Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency Research of Cancer (IARC) mengatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker di seluruh dunia (Torre et al., 2015). Di Indonesia sendiri yaitu pada kuisioner yang dilakukan oleh Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI tahun 2013. Menunjukkan bahwa prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4%.

     Jika dilihat dari data tersebut maka ada sekitar kurang lebih 3.550.439 masyarakat di Indonesia yang menderita kanker pada tahun tersebut (Pusat Data dan Informasi Kementerian, 2015). Berbagai penanganan dilakukan mulai dari dukungan psikologi, pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan terapi hormon. Hal tersebut dilakukan guna untuk membantu menjaga dan meningkatkan kualitas hidup pasien dalam beberapa waktu kedepan, selain itu pengobatan dapat dilakukan dengan tunggal atau dikombinasikan melalui pembedahan dan kemoterapi (World Health Organization, 2007).

     Namun beberapa permasalahan muncul dalam penggunaan kemoterapi konvensional, pasalnya terdapat efek pada jaringan normal,metabolisme obat yang relatif cepat atau tidak efektif dan tidak mencapai lokasi kanker, dan distribusi yang tidak sesuai (Keen, 2008). Namun terdapat satu metode yang sedang dikembangkan dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan pendekatan nanomedicine yang menargetkan obat ke kanker secara spesifik (Juliano, 2007; Keen, 2008).

     Perlu kita ketahui material dalam ukuran nano memiliki keunggulan yang besar dibandingkan material yang lebih besar (bulk). Ukuran yang sangat kecil memungkin memiliki sifat dan fungsi yang baru serta mampu mengontrol materi pada skala atom, sehingga semakin kecil ukuran suatu partikel maka luas permukaanya semakin luas sehingga memiliki reaktif yang lebih tinggi.  Keunggulan skala material nanopartikel ini yang menyebabkan dapat diadaptasi untuk berbagai bidang salah satunya Drug Delivery System (Emeje et al., 2012).

     Pemanfaatan nanopartikel tersebut pada terapi kanker bertujuan untuk meningkatkan bioavalaibilitas dan distribusi obat,memperbaiki targeting dan release obat sel kanker, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efikasi dan mengurangi efek samping seperti mual dan muntah, diikuti anemia, neurotoksik, alopesia, reaksi alergi, trombositopenia, leukopenia dan stomatitis (Wardani, 2014). Pemanfaatan nanopartikel sendiri juga diharapkan dapat meningkatkan, mendeteksi, dan terapi kanker lebih dini dengan cara non-invasif (Harisinghani et al., 2003; Jain and Das, 2011; Keen, 2008; Kim, Rutka, and Chan, 2010).

     Terapi kanker menggunakan nanopartikel untuk menargetkan obat kemoterapi, gen bunuh diri, atau gen penekan tumor yang ditargetkan pada lokasi kanker menggunakan reseptor yang secara spesifik atau sangat diekspresikan pada tumor. nanopartikel emas (AuNPs) 27 nm yang dilapisi dengan TNF dan PEG manusia rekombinan diuji dalam uji klinis fase 2 terhadap pengobatan kanker stadium lanjut yang tidak responsif terhadap pengobatan.  Penggunaan nanopartikel menginduksi lokalisasi TNF  di dalam dan sekitar sel tumor, sehingga mengurangi efek toksik serta akumulasi  TNF yang tidak spesifik, bahkan ketika diberikan pada Dosis adalah 20 kali lebih tinggi dari dosis biasa, itu tidak akan menyebabkan reaksi inflamasi yang berbahaya. AuNP bermuatan positif menyebabkan kerusakan sel melalui apoptosis dan nekrosis (Hu, Aryal, and Zhang, 2010; Kim, Rutka, and Chan, 2010; Peng et al., 2013; Saba et. al., 2009).

     Uji klinik fase 4 telah dilakukan pula pada Genexol PM yang terdiri dari 20-50 nm micelles, terbentuk melalui self-assembly PEG dan poly-D, L-lactide polymer, dengan inti yang mengandung paclitaxel (kemoterapi golongan inhabator mitotik). Nanopartikel tersebut diuji pada pasien dengan kondisi tumor solid stadiun lanjut yang refrakter terhadap kemoterapi konvensional. Perubahan farmakokinetika dengan struktur nanopartikel tersebut menyebabkan pasien lebih toleran terhadap dosis tinggi dan efektif dalam mengurangi massa tumor (Kim, Rutka, and Chan, 2010).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline