Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

Ucapan Selamat Natal, Kenapa Harus Diperdebatkan?

Diperbarui: 23 Desember 2019   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Kompas.com

Setiap menjelang hari Natal, selalu saja muncul perdebatan di internal umat Islam. Ada pendapat yang membolehkan, dan ada pula yang mengharamkan seorang umat Islam menyampaikan ucapan selamat Natal kepada mereka yang merayakannya. Siapa lagi kalau bukan umat Kristiani, tentu saja.

Ada pun pendapat mereka yang mengharamkannya, karena masalah itu mengandung makna bahwa seorang umat Islam yang mengucapkan selamat hari Natal dianggap telah ikut memberikan kesaksian bahwa Nabi Isa alaihi salam adalah Anak Tuhan sebagaimana diyakini umat Kristiani.

Kelompok itu berpegang pada Firman Allah subhanahu wa taala dalam Quran Surat Al Furqan ayat ke-72 yang terjemahannya: "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya."

Sehingga dengan demikian, keyakinan yang mengucapkan selamat Natal tersebut divonis sebagai seorang kafir. Karena dianggap sudah mengingkari keyakinan sebagai umat Islam yang bersaksi bahwa Tuhan itu hanyalah satu, yakni Allah subhanahu wa ta'ala semata.

Sedangkan Yesus, atawa Isa alaihi salam di dalam pandangan Islam adalah manusia, hamba Allah yang mendapat kedudukan sebagai utusanNya, yakni sebagai Nabi sebagaimana halnya Muahammad salallahu alaihi wa salam, dan nabi-nabi yang lainnya dengan tugas yang diemban untuk meluruskan keimanan dan akhlak umat manusia pada zamannya masing-masing.

Sementara itu, pihak yang membolehkan seorang umat Islam menyampaikan ucapan selamat hari Natal berlandaskan kepada Firman Allah subhanahu wa taala dalam Quran Surat Al Mumtahanah ayat ke-8 yang terjemahannya sebagai berikut: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

Menyikapi hal itu, bisa jadi jutaan pemeluk agama Islam di Indonesia ini masih merasa gamang untuk menentukan pendapat yang mana yang harus diikutinya. Mereka yang disebut sebagai masyarakat awam, dan masih dangkal pengetahuan agama Islam yang dianutnya, tentu saja.

Di satu sisi mereka merasa takut disebut sebagai kafir, atawa telah mengingkari kalimat Syahadat, yakni keyakinan akan Allah yang Mahaesa.

Sementara di sisi lain mereka pun takut akan terjadinya keretakan hubungan persahabatan, atawa hubungan sosial, dengan teman-temannya yang beragama Kristiani. Padahal selama ini jalinan persahabatan dengan teman-teman yang berbeda agama itu begitu akrab, dan tetap saling menghormati keyakinannya masing-masing.

Akan tetapi saya sendiri yang sejak lama hingga hari ini banyak berteman, baik dalam dunia nyata maupun hanya di dunia maya -- termasuk di blog Kompasiana ini,  dengan mereka yang berbeda keyakinan, tokh masih merasa nyaman-nyaman saja berinteraksi dengan mereka. Baik yang menganut agama Kristiani, Hindu, Budha, maupun Kong Futsu dan aliran kepercayaan yang lainpun.

Alhamdulillah, dalam persahabatan itu belum pernah di antara mereka ada yang mengusik, dan menggoyahkan keyakinan saya. Demikian juga saya sendiri belum satu kali pun mengganggu mereka. Persahabatan yang saya bina murni hanyalah berbuat kebaikan antar sesama manusia, sebagaimana yang diperintahkan Allah subhanahu wa taala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline