Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

Sudahlah, Jangan Tuduh Istri Saya Punya Selingkuhan

Diperbarui: 20 Desember 2019   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Pixabay

Teman saya, Kang Ujang (52), seorang sopir bus antar kota antar provinsi. Sudah lama juga Kang Ujang menjalani profesinya itu. Seingat saya mungkin sejak ia masih bujangan, sekitar usianya menginjak 20 tahunan.

Tidak aneh memang, karena Kang Ujang berasal dari keluarga yang hampir semuanya menjadi sopir bus AKAP. Mulai dari ayahnya, sampai semua saudaranya. Hanya saja karena sudah tua, ayahnya sudah berhenti bekerja sebagai sopir, dan sekarang ini lebih dikenal sebagai merbot di masjid jami kampung kami.

Biasanya kehidupan orang yang berprofesi sebagai sopir, di mata masyarakat  dikenal rada-rada  berbeda dengan mereka yang menjalani kehidupan lainnya. Selain membutuhkan nyali yang lebih, karena harus bertanggung jawab terhadap nyawa puluhan penumpang yang diangkutnya dalam perjalanan ratusan kilometer, juga dipandang sering mendapatkan hiburan lain selama dalam perjalanan.

Apa lagi kalau bukan masalah perempuan. Selain mungkin saja seorang perempuan yang jadi penumpang, dan kebetulan hanya sorangan, sementara paras dan penampilannya cukup mengundang, tidak menutup kemungkinan akan menjadi godaan yang sulit dihindarkan.

Begitu juga bila saat tiba di terminal terakhir yang biasa menjadi tujuan, dan sebelum berangkat kembali ke kota asal, praktis harus cukup istirahat paling tidak dalam waktu satu malam. Sehingga dapat dibayangkan di sebuah terminal yang berada di sebuah kota besar, seorang sopir yang sedang berjauhan dengan anak dan istrinya, tidak menutup kemungkinan mendapat godaan wanita penjaja cinta semalam yang berkeliaran.

Demikian juga dengan yang dialami Kang Ujang. Masalah perempuan di jalan maupun di terminal dianggap sudah bukan hal yang aneh lagi. Hanya saja semenjak beberapa tahun yang lalu mengalami sakit parah yang dideritanya cukup lama juga, ketika kembali sembuh tampaknya ada perubahan pada diri Kang Ujang.

"Saya sadar, kehidupan ini seperti roda bus yang tak henti berputar ketika melaju di jalan. Saat saya menderita sakit, begitu banyak hikmah yang dapat saya petik. Ternyata hidup ini tidak akan sehat saja selamanya. Juga tidak akan tetap muda dan berotot saja.Ternyata sekarang ini di rumah saya sudah dipanggil sebagai kakek oleh sembilan orang cucu dari tiga anak kami yang sudah berkeluarga.

Seperti bus yang saya bawa dari terminal asal yang berangkat pagi hari, bisa jadi perjalanan yang saya tempuh sudah hampir mendekati terminal tujuan yang terakhir. Sebagaimana yang biasa diisyaratkan kondektur kami kepada seluruh penumpang agar bersiap karena sudah hampir tiba di tujuan. Demikian juga dengan kehidupan saya. Saya sudah harus bersiap-siap, paling tidak berkemas-kemas dan memeriksa barang bawaan, agar jangan sampai ada yang tertinggal manakala bus sudah tiba ti terminal."

Mendengar pengakuan Kang Ujang yang dikatakannya saat kami bertemu di sore hari tadi, usai berjamah salat Asar di masjid jami, karena kebetulan sedang mengambil liburan, saya dibuatnya terharu juga. sementara di sisi lain, apa yang diucapkannya barusan, membuat saya terkagum-kagum.

Betapa tidak, seorang sopir bus ternyata bisa juga berfilsafat yang lumayan dalam. Bisa jadi selama dalam perjalanan, atawa di saat dulu ia menderita sakit, Kang Ujang seringkali berkontemplasi.

Bahkan sikapnya terhadap isu yang beredar beberapa waktu lalu, tentang skandal perselingkuhan istrinya dengan seorang lelaki yang masih satu kampung dengan kami, Kang Ujang sama sekali tidak mempercayainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline