Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

ABG Kampung "Zaman Now" pun Ternyata Sudah Melangkah Jauh

Diperbarui: 21 Oktober 2018   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: munsyipedia)

Dalam hidup ini, setiap orang pasti banyak menemui hal-hal yang tidak pernah diduga dari sebelumnya. Misalnya saja kita sudah merencanakan dengan begitu matangnya kalau besok hari kita akan pergi naik gunung (Bagi yang hobi naik gunung -- tentu saja). Segala kebutuhan yang biasa dibawa pun sudah dipersiapkan. Jadi besok pagi tinggal berangkat saja.

Akan tetapi baru saja besok paginya kita terbangun dari tidur, tiba-tiba ada kabar kalau salah seorang sanak saudara kita ada yang masuk rumah sakit. Malahan sampai dirawat di ruang gawat darurat lagi, karena menurut diagnosa dokter penyakit yang dideritanya sudah lumayan parah.

Apa boleh buat. Naik gunung pun menjadi gagal total. Kita lebih memprioritaskan untuk menjenguk saudara kita yang sedang dirawat di rumah sakit. Kalau tidak, jangan-jangan malaikat maut keburu menjemputnya, sementara kita tidak sempat untuk dapat bertemu untuk yang terahir kalinya.

Demikian juga dengan yang saya alami kemarin sore.

Sudah lama juga saya berniat untuk pergi ke kota Tasik. Tujuannya untuk mencari buku terbaru karya pengarang idola saya yang dirilis penerbit ternama. Sekalian mencari suasana baru setelah sekian lama hidup bagaikan katak dalam tempurung. Alias cukup lama tidak pernah bepergian jauh, dan hanya tinggal di seputar kampung saja.

Sebenarnya buku itu sudah lama diterbitkan tiga bulan yang lalu, sesuai surat elektronik pemberitahuan dari penerbit tersebut yang saya terima. Tapi berhubung baru beberapa hari lalu ada rejeki lebih,  kemarin sore juga rencana itu baru dapat terlaksana.

Sebagaimana biasanya apabila akan pergi ke kota yang jaraknya dari kampung saya sekitar 28 kilometer itu, saya harus dua kali naik kendaraan umum. Dari depan rumah naik Angdes (Angkutan pedesaan), minibus kecil bercat kuning, dan turun di terminal Ciawi.

Kemudian naik bus AKAP atawa Elf jurusan Tasik yang transit untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Dan bisa juga naik Angdes jurusan Ciawi-Tasik. Hanya saja kalau minibus warna kuning itu kurang diminati karena terlalu sering berhenti di sepanjang perjalanan. Untuk menaik-turunkan penumpang, tentu saja.

Niat untuk naik angkutan umum, ternyata batal juga. Karena saat menunggu angkutan pedesaan yang biasa melintas di depan rumah, saya melihat ada sebuah mobil inova warna silver dari arah jalan menurun di arah timur. Dan kalau tidak salah, mobil seperti itu yang berplat nomor Z sekian-sekian itu, ditambah dengan antena radio yang menjulang tinggi di belakangnya, tentulah kepunyaan keponakan jauh yang tinggal di kampung sebelah.

Saat mobil itu sudah mendekat klaksonnya dibunyikan. Lalu tepat di depan saya berdiri, mobil itu menepi, dan langsung berhenti. Kaca pintu depan sebelah kiri langsung terbuka. Benar saja. Pengendaranya keponakan jauh saya. Ia pun membuka pintu sebelah kanan, dan langsung turun menghampiri saya.

"Mang lagi apa?" tegurnya seraya bersalaman, dan mencium tangan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline