Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

Kehidupan di Palu Mulai Bangkit kembali

Diperbarui: 9 Oktober 2018   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana malam di Palu (Dok. pribadi)

Ketika stasiun televisi mengabarkan telah terjadi gempa dan tsunami Jum'at (28/9/2019) malam lalu. di Palu, Sulawesi tengah, keluarga kami pun dilanda kecemasan plus kekhawatiran yang tiada taranya.

Betapa tidak,  anak sulung kami, dan anak laki-laki satu-satunya, sejak dilantik menjadi anggota Brimob Polri dengan pangkat Bripda langsung ditugaskan untuk mengamankan kerusuhan di Poso pada tahun 2007 lalu, kemudian sejak tiga tahun yang lalu dialih-tugaskan di Mapolda Sulteng, yakni di kota Palu, tentu saja membuat kami sekeluarga menjadi resah dan gelisah tak menentu.

Terlebih lagi saat kami mencoba untuk menghubunginya melalui telepon, sama sekali tiada jawaban meskipun dicoba terus berulang kali, Ditambah dengan pemberitaan dari televisi yang kami ikuti, begitu banyaknya korban tsunami yang ditemukan, belum lagi mereka yang hilang, bayangan yang bukan-bukan pun muncul silih berganti dalam benak kami.

Di dalam situasi seperti itu juga, kami sekeluarga ahirnya hanya bisa pasrah seraya tiada hentinya memanjatkan do'a kepada Tuhan yang mahakuasa. Semoga anak sulung kami, anak menantu kami, dan cucu kami satu-satunya, terhindar dari musibah yang terjadi.

Kiranya Tuhan yang mahakuasa memberi petunjuk juga kepada saya. Melalui media sosial Facebook saya pun menulis status yang isinya meminta bantuan kepada teman-teman di dunia maya, barangkali di antara mereka ada yang mengetahui informasi pencarian orang yang menjadi korban, atau mereka yang tinggal di Palu tapi belum dapat dihubungi pihak keluarganya.

Tepat tiga hari kemudian setelah menulis status di Facebook, dan mendapat komentar berupa do'a dan simpati teman-teman saya, ahirnya Si Sulung, anak laki-laki kami satu-satunya yang berada di Palu muncul juga, mengomentari status yang saya publikasikan.

Alhamdulillaah. Anak kami bersama keluarganya masih mendapat perlindunganNya. Bahkan ia pun masih sempat-sempatnya mengungsikan anak dan istrinya ke rumah mertuanya di kota Poso. Sementara saudara sepupu yang dibawa anak kami untuk berjualan martabak, dan tinggal di pusat kota dengan jarak dari pantai hanya sekitar 500 meteran pun dikabarkan selamat juga.

Sehingga dalam hal ini, media sosial pun memiliki nilai plus-nya bagi saya. Melalui Facebook juga ahirnya saya mulai bisa berkomunikasi dengan anak sulung kami pasca-gempa dan tsunami. Dan tidak hanya untuk menyebar kebohongan dan kebenciaan saja sebagaimana dilakukan orang lain.

Pembeli martabak Sultan antri di kawasan jalan Kiai Maja kota Palu (Dok. pribadi)

Sebagaimana dikatakan anak kami, bahwa sepupunya itu setelah empat hari terjadinya musibah gempa dan tsunami, ternyata sudah mulai berjualan lagi. karena hidup harus terus berlanjut, katanya. Apalagi yang namanya hidup di rantau orang. Pasca-bencana lagi.

Malahan dikabarkan pula, hanya baru beberapa orang pedagang saja yang berani berjualan. Karena mungkin sejak Jum'at (28/9/2019) hingga hari ke-12 ini gempa susulan masih sering terjadi.

Tidak dinyana, katanya, omzet jualan pun ada peningkatan. Mungkin karena salah satu faktornya adalah belum banyak saingan seperti biasanya. Ditambah lokasi tempat jualannya yang stategis, yakni di sekitar jalan Kiai Maja, kota Palu. Sehingga untuk melayani pembeli yang sampai ngantri, saudara sepupu kami pun ahirnya menambah pembatunya menjadi dua orang. Anak kami pun yang jadi juragannya setiap malam apabila selesai bertugas di Mapolda, katanya ikut juga membantunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline