Anak perempuan tetangga saya yang baru tamat SMP sudah lama tidak kelihatan. Sedangkan teman-teman satu angkatannya yang biasa bersamanya, sekarang sudah berseragam putih-abu. Ada yang melanjutkan ke SMA di kota kecamatan, ada yang masuk SMK di desa tetangga, ada pula yang bersekolah di Madrasah Aliyah.
Sementara dengan orang tuanya, terutama dengan ayahnya, sejak dia mendapat pekerjaan borongan mengaspal jalan desa di desa yang terletak di perbatasan, saya dengannya pun menjadi tidak lagi berkesempatan untuk bisa kongkow-kongkow di warung kopi untuk menunggu kantuk tiba seperti biasanya. Maklum dia berangkat pagi pulang sore. Sehingga malamnya dimanfaatkan untuk istirahat total di rumahnya saja.
Hanya saja ketika Sabtu malam tiba, saya bisa bertemu dengan tetangga yang satu ini. Di warung kopi, tentu saja.
"Sudah selesai pekerjaannya, Mang?" tanya saya.
"Belum. Masih dua mingguan lagi kira-kira?" sahutnya.
"Tumben sekarang bisa keluar?"
"Kalau hari Jum'at biasanya juga libur 'kan. Beda dengan karyawan kantoran..."
Lalu kami pun ngobrol ngalor-ngidul. Terutama masalah pekerjaannya. Karena tetangga saya ini sejak Dana Desa dikucurkan selalu saja mendapat pesanan pekerjaan dari hampir setiap desa yang ada di wilayah kami. Untuk mengaspal jalan desa, tentu saja. karena sebelumnya dia pernah jadi karyawan honorer di bagian pemeliharaan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten.
Hanya saja sampai sepuluh tahun jadi honorer tidak juga diangkat menjadi pegawai tetap, tetangga saya itu pun ahirnya minta berhenti. Kemudian beralih profesi menjadi buruh tani. Tetapi begitu muncul program Dana Desa, tetangga saya awalnya diminta oleh Kades untuk menjadi TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) di bidang pembangunan infrastruktur jalan desa.
Bisa jadi karena para kepala desa lain di wilayah kami juga mengetahui hasil pekerjaan tetangga saya itu kualitasnya lumayan bagus, ditambah lagi dengan masalah upahnya tidak terlalu mahal, maka permintaan dari desa lain untuk mengerjakan pengaspalan jalan di desa mereka masing-masing pun selalu kepada tetangga saya itu.
Tetangga saya itu pun tidak bekerja sorangan wae, tentu saja. Anak-anak muda di kampung kami yang masih nganggur, dan berninat untuk bekerja jadi tukang aspal direkrutnya tanpa banyak aturan seperti di kantoran. Sehingga layaklah tetangga saya itu pun untuk mendapat penghargaan dari pemerintah, karena paling tidak telah ikut-serta mengurangi angka pengangguran. Sedangkan untuk alat-alat berat, terutama stoomwalls, ia pun menyewanya dari para kontraktor besar yang ada di ibu kota kabupaten.