Menjelang Pilpres 2014 lalu, di media sosial beredar salinan Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemberhentian Letjen Prabowo Subianto dari dinas keprajuritan.
Publik pun ketika itu menjadi heboh karenanya. Sehingga tak syak lagi masalah tersebut menjadi pemberitaan di berbagai media mainstream. Baik media online maupun media cetak skala nasional.
Di dalam surat yang ditandatangani sederet Perwira Tinggi bintang empat dan bintang tiga yang diketuai oleh Jenderal Subagyo HS, dan sekretarisnya Letjen Djamari Chaniago. Sementara anggota DKP adalah Letjen Fachrul Razi, Letjen Susilo B. Yudhoyono, Letjen Yusup Kartanegara, Letjen Agum Gumelar, dan Letjen Ari J. Kumaat, antara lain disebutkan, bahwa "Tindakan-tindakan Letjen Prabowo Subianto cenderung pada kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin dan hukum yang berlaku di lingkungan ABRI."
"Tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan, kepatuhan pada norma hukum, norma-norma yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD/ABRI dan norma-norma pelibatan Kopassus sendiri."
Selain itu, Prabowo disebut tidak mencerminkan tanggung jawab komandan terhadap tugas dan terhadap prajurit, tidak mencerminkan etika perwira, khususnya unsur pembela kebenaran dan keadilan, kesetiaan, dan ketaatan, perikemanusiaan, serta menjunjung tinggi nama dan kehormatan Korps Perwira ABRI.
"Tindakan tersebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan tersebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara," demikian isi surat tersebut.
Waktu itu publik bertanya-tanya, apakah pemberhentian terhadap mantan Danjen kopassus itu secara terhormat, atawa dipecat? Simpang-siur itu pun terus berdengung saat itu. Ada yang menyebut dipecat, ada juga yang berpendapat diberhentikan dengan terhormat.
Penjelasan yang sahih mengenai hal itu pun sama sekali tidak diperoleh publik sampai detik ini..
Hanya saja yang jelas, saat itu menjelang Pilpres memang. Bahkan Fadli Zon, wakil ketua umum partai Gerindra menuding telah ada konspirasi untuk membocorkan dokumen yang bersifat rahasia itu. Pihaknya meminta kepada TNI untuk mencari pelaku pembocoran tersebut. Fadli menilai bocornya dokumen itu merupakan tindak pidana terhadap rahasia negara.
Demikian juga Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman meminta Markas Besar TNI menangkap pembocor dan penyebar dokumen Dewan Kehormatan Perwira. Marciano menyatakan dokumen tersebut seharusnya tak bocor kepada yang tak berkepentingan. Dokumen itu menjadi tanggung jawab penuh Markas Besar TNI.
Namun tokh sampai saat ini pun tidak terdengar pihak TNI menangkap pelaku pembocoran dokumen rahasia tersebut. Sehingga tak sedikit publik pun menilai beredarnya surat pemberhentian itu hanyalah kabar bohong, alias hoax belaka