Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

Mampukah Menulis Tanpa Rokok dan Kopi?

Diperbarui: 5 September 2018   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.dailymedicaldiscoveries.com

Sebagai pengangguran yang bersembunyi di balik predikat penulis, jangankan untuk menafkahi keluarga, untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri saja saya seringkali terjebak dalam kesulitan: sulit mendapat pinjaman uang karena tak ada lagi yang bisa dijadikan jaminan, pun sulit mencari tukang warung yang baik hati untuk sekadar memberi utang sebungkus rokok dan satu sachet kopi.

Bagaimanapun, mengandalkan penghasilan dari honorarium tulisan sama sekali tidak bisa diharapkan.

Meski saban hari selalu menulis dan mengirimkannya ke berbagai media--baik berupa artikel, cerpen, maupun puisi--bisa dimuat satu tulisan dalam satu bulan saja sudah sangat luar biasa. Dan walau hanya dimuat di media lokal honorariumnya tidak seberapa.

Tetapi, paling tidak ada kebanggaan tersendiri. Kepada setiap orang yang ditemui saya bisa meyakinkan kalau saya ini seorang penulis.

Bukan pengangguran yang tak memiliki pekerjaan sebagaimana yang mereka sangka. Sekalipun cuma sebagai penulis yang belum juga mampu menyejahterakan kehidupannya sendiri dari kegiatan yang dilakoninya tersebut.

Sudah tiga hari ini saya harus berpuasa tanpa sebatang rokok maupun secangkir kopi di saat menyambut pagi tatkala berniat hendak memulai menulis, sebagai aktivitas keseharian yang dalam suasana bagaimana pun tak pernah saya tinggalkan.

Keadaan seperti ini bukan hanya sekarang ini saya alami memang. Tanpa rokok dan secangkir kopi di dekat laptop seringkali terjadi dalam keseharian saya.

Selain karena uang satu rupiah pun di kantong sudah tak ada, juga karena warung langganan pun sudah enggan lagi memberikan utang. Alasannya stok barang sudah habis, dan belum belanja lagi ke pasar.

Saya tahu diri. Bon utang saya sudah menumpuk. Bisa jadi pemilik warung khawatir saya tak mampu melunasi.

Oleh karena itu betapa saya merasakan kepala saya seakan membeku, dan aliran darah di setiap urat dalam jaringan tubuh tersendat seperti tersumbat. Jemari tangan yang sudah berada di atas keyboard pun seakan kaku dan tak mampu bergerak sebagaimana biasanya lagi.  Sungguh.

Rokok dan kopi sepertinya sudah memiliki arti tersendiri manakala menulis akan dimulai. Bahkan bisa jadi sudah merupakan ritual yang tidak boleh tidak sudah menjadi suatu keharusan jika ingin segalanya berjalan dengan lancar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline