Lihat ke Halaman Asli

Abahna Gibran

Penulis dan Pembaca

Pilgub Jabar 2018: Fenomena Pohon yang Dijadikan Tempat Memajang Gambar

Diperbarui: 4 Januari 2018   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu gambar kandidat peserta Pilgub Jabar 2018 (Dok. Pribadi)

Pemasangan gambar bakal calon Gubernur dan bakal calon Wakil Gubernur sejak jauh hari sudah dilakukan. Dan tersebar di setiap kota hingga ke pelosok desa. Bisa jadi pemasangan gambar para kandidat itu untuk memperkenalkan diri, sekaligus menyampaikan visi dan misi agar konstituen jatuh hati, dan mendukungnya pada saatnya nanti.

Biasanya gambar-gambar kandidat yang ukurannya lumayan besar, sehingga sampai merusak pemandangan,  dipasang di tempat-tempat strategis, terutama di jalan-jalan yang dapat dilalui kendaraan.

Hanya saja sayangnya para kandidat itu entah tidak tahu, entah sudah tahu tapi pura-pura tidak tahu, dan terkesan menutup mata dalam hal pemasangan gambar dirinya itu. Selain sudah jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye, dan bisa dianggap telah mencuri strart, juga apabila gambar-gambar yang bersangkutan dipasang pada pohon-pohon di pinggir jalan, dengan cara dipaku tentunya, maka para kandidat itu pun bisa disebut sebagai orang yang sudah merusak lingkungan.

Salah satu contoh yang paling mencolok di sebuah kampung, adalah gambar kandidat yang diusung PKS, Ahmad Syaikhu, sementara gambar kandidat lain sama sekali tidak ditemukan. Hampir sebagian besar gambar Wakil Walikota Bekasi itu dipasang pada pepohonan di tepi jalan.

Kebetulan saat itu ada satu pohon yang akan ditebang untuk dijadikan bahan bangunan. Namun orang yang akan menebangnya tiba-tiba menolak permintaan pemilik pohon itu. Alasannya karena pada pohon itu banyak tertancap paku, dan satu di antaranya adalah paku yang digunakan untuk menempelkan gambar Ahmad Syaikhu. Apabila pohon itu digergaji untuk dijadikan bahan bangunan, maka gergajinya akan menjadi rusak akibat terkena paku yang menancap. Daripada gergajinya rusak, lebih baik dibatalkan saja pekerjaannya. Karena kalau sudah rusak, tentunya harus diganti dengan yang baru lagi. Sedangkan upah menebang pohon, tidak akan cukup untuk membeli gergaji yang harganya lumayan mahal.

Di sisi lain, bisa jadi para kandidat yang memasang gambar dirinya di pepohonan di pinggir jalan, bisa dianggap sebagai calon pemimpin yang tidak peduli terhadap lingkungan. Terlepas dari siapa yang memasang gambarnya, mungkin orang upahan, mungkin juga para tim sukses yang bersangkutan, tetap saja akan dianggap sebagai orang yang telah merusak lingkungan.

Padahal seharusnya calon pemimpin memberi contoh yang baik kepada warganya. Jangan malah sebaliknya. Sudah melakukan pelanggaran, dengan mencuri start, ditambah lagi dengan merusak lingkungan yang seharusnya dijaga dan dilestarikan.

Fenomena seperti tersebut di atas, selain karena belum adanya kesadaran pada kandidat yang bersangkutan, pihak berwenang pun, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, terkesan menutup mata juga. Seolah membiarkan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan yang sudah diberlakukan, dan sama sekali tidak melakukan tindakan yang juga sudah ditentukan.

Inilah masalahnya.

Masalah yang yang terus berlangsung selama ini. Peraturan yang sudah ditetapkan itu hanyalah tampak gagah serupa gulungan kertas saja. Sementara pihak-pihak berwenang hanyalah ongkang-ongkang kaki saban harinya. Tapi setiap bulan masih terus menikmati gaji yang boleh dikatakan gaji buta, karena diterima tanpa jelas yang dikerjakannya.

Sehingga tak salah lagi kalau penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan di negeri ini selalu saja amburadul, karena memang KPU dan Bawaslu tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline