Pro dan kontra selalu saja muncul bersamaan di dalam setiap program, maupun pelaksanaan kegiatan. Demi suatu pencapaian, tentunya. Baik yang bersifat individual, maupun massal. Didukung dan ditentang, adalah suatu hal yang wajar. Dan tergantung bagaimana menyikapinya.
Tak terkecuali di dalam upaya untuk memajukan prestasi sepak bola di Indonesia ini. Tatkala pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, mencanangkan untuk memanggil beberapa pemain naturalisasi, pro dan kontra pun langsung berhamburan memenuhi setiap ruang.
Mereka yang lantang menentang, tidak hanya muncul dari pendukung timnas Indonesia yang boleh dibilang masih awam, atau memiliki perbedaan mindset-nya, bahkan dari dalam tubuh PSSI sendiri, ternyata masih tetap saja ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan pelatih asal Korea Selatan yang pernah sukses bersama timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 menjegal skuad timnas Jerman.
Adalah seorang anggota Exco PSSI. Haruna Sumitro namanya. Di dalam podcast milik JPNN yang disiarkan di kanal Youtube, Haruna mempermasalahkan pencapaian Shin Tae-yong bersama timnas Indonesia, yang dianggapnya gagal karena tidak mampu menjuarai Piala AFF 2020 di Singapura pada awal Januari lalu.
Mantan manajer tim sepakbola PON Jawa Timur 2004, ini tanpa tedheng aling-aling, alias dengan lugas, mengungkapkan beberapa cuplikan kalimat pedas, sebagaimana yang tertangkap dalam percakapan dengan Muhamad Amjad, host di podcast tersebut, di antaranya:
- "Saya sampaikan dalam rapat evaluasi, bahwa kalau runner-up, kita tidak butuh Shin Tae-yong. Karena kita sudah enam kali runner-up."
- "Saya juga sampaikan bahwa, kehadiran Shin Tae-yong ini untuk menjawab ekspektasi lebih kepada Luis Milla. Karena saya mengalami betul ketika kita mau pindah dari Luis Milla ke Shin Tae-yong, situasinya seperti sekarang ini."
- "Begitu Shin Tae-yong masuk memberikan sihir baru, orang minta mempertahankannya. Karena ada ekspektasi orang-orang pada prestasi. Mudah-mudahan 2022 ini adalah tahun Shin Tae-yong untuk memberikan gelar."
- "Tidak penting itu sebuah proses. Yang paling penting adalah hasil. Apa pun latihannya kalau tidak juara, ya belum dikatakan juara. Indonesia sudah enam kali masuk final Piala AFF. Kalau sekarang tetap runner-up, ya bukan prestasi.’’
Bila disimak secara sepintas saja, pernyataan Haruna di atas, memang ada benarnya. Tapi ternyata banyak juga kekeliruannya.