Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Buruk Sangka, Penyakit yang Lebih Bahaya dari Virus Corona

Diperbarui: 17 Mei 2020   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber: hajinews.id)

Seorang tetangga yang tak pernah absen menghadiri majelis taklim, setiap ditanya tentang materi ceramah yang disampaikan ustaz, maka jawabnya adalah, "Ya, begitulah." Tanpa penjelasan lebih lanjut lagi.

Mendengar jawaban seperti itu, bisa jadi merupakan sesuatu hal yang membingungkan. Atau paling tidak menganggap bahwa tetangga kami tersebut, meskipun rajin menghadiri majelis taklim, tapi tak pernah menyimak setiap materi yang disampaikan ustaz, atawa da'i dalam kegiatan pengajian yang biasa diselenggarakan secara mingguan itu.

Tidak menutup kemungkinan akan muncul juga syakwasangka, jika tetangga kami itu sebenarnya datang ke majelis taklim bukan untuk menambah pengetahuan keagamaan, melainkan ada motivasi lain di baliknya. 

Misalnya saja hanya untuk membunuh waktu, daripada menganggur tak menentu, atawa  bisa saja agar jangan sampai disebut ustaz sebagai orang yang  antiagama.

Entahlah. Saya sendiri tak mampu menduga-duga lebih jauh lagi. Selain hanya buang waktu, juga takut disebut sebagai pendosa saja.

 Bukankah berburuk sangka, atawa su'udzon itu kata ustaz pun merupakan suatu perbuatan yang termasuk tidak boleh, alias dilarang dilakukan oleh setiap orang yang beriman?

Sebagaimana Firman Allah Swt, "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" , [QS Al-Hujuraat : 12].

Akan tetapi sepertinya sikap buruk sangka ini sudah menjadi fenomena, dan tampaknya telah menjangkiti diri setiap orang sekarang ini. 

Misalnya saja saat kita sedang nongkrong di pinggir jalan, tetiba ada seseorang lewat di depan kita. Selain tidak mengucap salam, cara jalannya pun tampak bak preman yang petantang-petenteng sedang mencari lawan.

Tak syak lagi maka dalam hati akan muncul kesan pertama terhadap orang tersebut sebagai orang yang sombong dan angkuh. Kemudian diikuti perasaan kesal dan sebal.

"Cih!  Lagaknya..." Begitu kira-kira yang terbersit dalam hati selanjutnya. Bahkan boleh jadi akan terlontar menjadi sebuah komentar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline