Maestro seni musik Campursari yang mendunia, dan mendapat banyak julukan dari fans penggemarnya, Didi Kempot, dikabarkan telah meninggal dunia pada Kamis (5/5/2020) lalu.
Kabar duka itu tidak hanya mengejutkan Sobat Ambyar Nusantara --nama perkumpulan fans penggemarnya-- sahaja, melainkan dari berbagai kalangan --termasuk Presiden Jokowi, juga mereka yang memiliki apresiasi, dan yang selalu mengikuti perkembangan dunia musik di tanah air tercinta ini.
Bagi penulis sendiri yang notabene sebelumnya kurang memahami bahasa Jawa yang mendominasi setiap lirik lagu yang diciptakan sekaligus dibawakan "The Godfather of Brokenheart" itu, secara tidak langsung telah menuntut untuk mempelajarinya, baik melalui Simbah Google, maupun bertanya langsung pada wong Jawa yang bermukim di kampung kami.
Selain telah bisa memahami lirik lagu-lagunya, muncul rasa penasaran siapa sih Didi Kempot ini, sehingga hasrat untuk mengetahui biografi Lord of Patah Hati ini pun menuntut penulis untuk mencarinya melalui berbagai sumber yang sahih, alias terpercaya.
Sungguh. Muncul rasa takjub dan tabik yang mendalam terhadap seniman yang satu ini. Terlebih lagi ketika sebelum wafatnya mendiang telah mengadakan konser secara virtual untuk menggalang donasi bagi penanganan virus corona dengan menghasilkan dana yang begitu fantastis nilainya. Rp 7,6 milyar!
Wow! Bukan untuk memperkaya diri sendiri, melainkan untuk membantu negara dan bangsa ini yang sedang berjuang mengatasi serangan coronavirus diseases 2019 (Covid-19).
Sungguh mulia memang.
Selain sikap mulia yang telah dilakukannya sebelum meninggal dunia, ada pula catatan spesial tentang sosok yang memiliki nama asli Dinosius Prasetyo ini.
Adik kandung pelawak Mamiek Prakoso ini melalui karir musiknya benar-benar dari titik nol, yakni sebagai pengamen jalanan. Dan yang menarik, dari awal hingga mampu meraih popularitas dan menyambet berbagai penghargaan, adalah sikapnya yang 'ajeg', atau konsisten dalam jalur musik yang dilahirkannya, yaitu mengawinkan gendre musik tradisional Jawa dengan gendre musik modern yang kemudian diberi nama Campursari.
Belum perbah sekalipun seorang Didi Kempot berubah arah, atau berpaling dengan mengikuti jenis musik yang dianggap sedang nge-trend di suatu ketika.
Demikian juga di dalam penampilannya di atas pentas yang seringkali tampak begitu bangga dengan busana tradisional Jawa, yang mungkin dianggap sebagian orang sebagai sesuatu yang 'ndeso', merupakan sikap seorang Didi Kempot yang patut mendapat apresiasi tinggi, lantaran menjadi salah satu bukti bahwa Lord of Patah Hati begitu mencintai budaya tanah leluhurnya sendiri.