Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, beberapa waktu lalu mewacanakan pembebasan 30.000 narapidana, dan sebagian narapidana kasus korupsi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara.
Hal itu diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020) lalu.
Publik pun terperangah, dan bertanya-tanya dengan sikap seorang menteri di Kabinet Indonesia Maju ini. Terlebih lagi selama ini kasus kejahatan korupsi dianggap sebagai extra ordinary crime, atawa kejahatan luar biasa.
Sehingga kemudian tudingan telah melukai rasa keadilan pun diarahkan kepada kader PDIP yang satu ini.
Terlepas alasan yang dikemukakannya kemudian sebagai wujud dari rasa kemanusiaan, dianggap sebagai dalih yang mengada-ada saja.
Dugaan miring lain yang muncul, karena mungkin saja di antara para koruptor yang selama ini sedang menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan merupakan kawan dekat Menkumham sendiri.
Barangkali hal tersebut dipicu oleh kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan yang dilakukan kader PDIP, Harun Masiku yang hingga sekarang tidak jelas jejak rimbanya. Sementara dalam kasus suap tersebut, publik menduga Yasonna Laoly ikut berperan-serta.
Selain itu, selama ini publik pun banyak yang mengetahui, para terpidana korupsi yang jadi penghuni lembaga pemasyarakatan dianggap tidak sebanyak narapidana kasus kejahatan yang lainnya.
Bahkan andaikan saja para koruptor itu dilepasbebaskan, tidak menutup kemungkinan malah akan tertular virus corona yang dikhawatirkan Yasonna.
Sebaliknya bila mereka tetap berada di dalam kamar tahanan, justru akan aman-aman saja, karena secara tidak langsung social distancing yang sedang digalakkan pemerintah merupakan kebijakan yang sudah tepat bagi mereka, para koruptor tersebut.
Ruang tahanan napi koruptor belum penuh sesak sebagaimana ruang tahanan narapidana umum lainnya.