Belakangan ini berhembus rumor tentang Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang dianggap tidak layak sebagai seorang negarawan. Hal itu disebabkan karena sudah beberapa kali mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini dianggap telah mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Hal seperti itu, selain menimbulkan kegaduhan, juga dianggap bahwa seorang Ma'ruf amin tidak bisa menerapkan prularisme maupun Bhineka tunggal Ika.
Sebagaimana di dalam pernyataannya baru-baru ini terkait konflik yang terjadi di India setelah terbitnya Undang-Undang Kewarganegaraan yang kontroversial, dan kemudian menyulut kerusuhan yang memakan banyak korban dari kalangan umat Islam.
"Kami menginginkan agar India bersikap seperti kita, Indonesia, yaitu membangun toleransi, moderasi dalam beragam," katanya di kantor Wapres , Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, , Rabu (4/3/2020) lalu.
Pernyatan Wapres tersebut,sejatinya dianggap sebagai hal yang menampar wajah sendiri. Betapa tidak, belakangan ini sikap toleransi di dalam kehidupan antar umat beragama di Indonesia, dalam kenyataanya berada di titik nadir. Misalnya saja maraknya persekusi yang dilakukan kelompok penganut agama terhadap penganut agama lainnya, atawa juga penolakan pembangunan rumah ibadah penganut agama lain oleh satu kelompok penganut agama yang berbeda, merupakan bukti yang sulit dibantah lagi jika toleransi kehidupan beragama di negeri ini telah mati suri.
Selain itu, dan tak kalah pentingnya dari sikap Ma'ruf Amin itu dianggap sebagai sesuatu hal yang sensitif, dan dikhawatirkan akan menyinggung negara lain. Dalam membina hubungan bilateral antar negara yang bedaulat, tentu saja.
Demikian juga dengan pernyataan mantan politisi PKB dan PPP ini terkait wabah virus corona, atawa Covid 19 yang mulai menyerang Indonesia, Ma'ruf Amin menyebut bahwa dengan do'a Qunut Indonesia terbebas dari wabah penyakit yang mematikan itu mendapat cemoohan dari bayak pihak. Terlebih lagi setelah ada warga yang terserang virus itu, alih-alih menunjukkan kemuliaan suatu do'a, pernyataan sosok ulama itu pun malah dianggap sebagai suatu dagelan yang tidak lucu belaka.
Terlebih lagi saat kemudian yang bersangkutan mewacanakan akan memberlakukan sertifikasi bebas virus corona bagi WNA maupun WNI yang baru tiba dari luar negeri. Dengan dalih, sertifikat itu menjadi bagian dari pencegahan menyebarnya virus yang ganas tersebut, sebagai pelengkap dari pengawasan yang telah dilakukan di setiap pintu masuk jalur udara, laut, atawa juga daratan. Wacana itupun langsung mendapat reaksi negatif dari banyak pihak. Bahkan Menteri Kesehatan pun menilai sertifikat itu justru malah akan memperumit situasi di tengah kepanikan masyarakat yang belum reda.
Menyoal sikap sosok yang mengeluarkan fatwa terhadap Ahok sebagai penista agama itu, publikpun semakin faham dengan watak Wakil Presiden yang satu ini. Selain tidak memiliki sikap bijak di dalam menghadapi suatu persoalan bangsa, juga ternyata beliau ini terkesan suka memprovokasi. Salah satu buktinya, dalam masalah Ahok tempo hari, merupakan hal yang tak bisa dibantah lagi.
Akan tetapi kata guru ngaji di kampung saya pun, tidak ada seorang manusia pun yang tak pernah melakukan kesalahan. Memperbaiki laku yang salah itu, dan tidak mengulanginya lagi merupakan hal yang harus dilakukan. Begitu juga dengan Wapres yang satu ini, sebaiknya berhentilah menimbulkan kegaduhan dengan membuat pernyataan-pernyataan yang kontroversial itu.
Akan lebih elok jika Ma'ruf Amin mengajak bangsa ini untuk menumbuhkembangkan lagi sikap toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, disertai dengan sikap pernyataan produktif agar bangsa ini lebih maju lagi. Sehingga dengan demikian, selain akan dikenang sebagai sosok ulama kharismatik, juga akan mendapat predikat seorang negarawan.
Semoga.***