Sejak jauh hari, sebelum Anies R. Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta sudah terdengar prediksi bahwa yang bersangkutan merupakan salah satu kandidat pemimpin Indonesia di waktu yang akan datang.
Hal itu barangkali melihat sepak-terjang cucu Pahlawan Nasional AR Baswedan, ini yang memiliki berbagai terobosan pemikiran untuk kepentingan bangsa dan negara, seperti misalnya gagasan merajut tenun kebangsaan yang pernama kali dicetuskannya saat Anies masih menjabat Rektor universitas Paramadina, dan kemudian diangkat kembali ketika menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagaimana dirilis Sekretariat Kabinet yang dipublikasikan 11 November 2014 lalu, Anies di antaranya menjelaskan,
"Saya melihat Indonesia ini sebagai, istilah saya tenun. Dengan benang lintas agama, lintas budaya, dan adat bahasa, yang menghasilkanmozaik luar biasa indah.Saya istilahkan tenun karena harus dijaga keeratannya. Tenun kalau robek maka meskipun ditisik sehebat apapun tidak bisa kembali. Oleh karena itu, jaga ikatan kebangsaan kita. Sekali tenun itu ada cacat maka memperbaikinya dengan alat apapun dan dengan cara apapun sulit mengembalikannya.
Kalau ada peristiwa SARA misalnya, maka efeknya bagi republik ini terlalu lama dan selalu ada orang yang melakukan itu.Negara hadir untuk menjaga ikatan tenun itu dan berani bertindak.tenun itu dijaga kuat dengan pendidikan, toleransi, dan penegakan hukum. Siapa saja yang berencana untuk merusak tenun kebangsaan dan melakukan kekerasan maka jangan dibiarkan tak dihukum"
Menyimak yang diungkapkan Anies tersebut, wajar apabila banyak orang yang terpesona. Betapa darah nasionalisme mendiang kakeknya telah merasuk pula ke dalam jiwa seorang Anies Baswedan. Sehingga wajar pula apabila kemudian muncul ekspektasi terhadap Anies yang saat itu masih berkongsi dengan Presiden Jokowi, akan tampil sebagai pengganti orang nomor satu di Indonesia ini kelak di kemudian hari.
Terlebih lagi saat Anies maju sebagai kandidat Gubernur DKI Jakarta dalam Pemilukada yang diselenggaran pada 15 Februari dan 19 April 2017 , Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno, dengan didukung oleh partai Gerindra, PAN, dan PKS, terbukti pasangan tersebut tampil sebagai pemenang dengan raihan dukungan suara sebesar 57,96 persen.
Hanya saja perhelatan Pilkada DKI Jakarta ketika itu, tercatat dalam sejarah bangsa ini sebagai pesta demokrasi yang paling brutal, dan Anies pun dituding sebagai sosok munafik dalam bertindak.
Betapa tidak, bersama para pendukungnya, betapa isu SARA yang sangat diharamkan, dan sebelumnya selalu didengung-dengungkan Anies Baswedan, dalam perhelatan pesta demokrasi di DKI Jakarta ketika itu, justru malah dijadikan sebagai senjata andalan untuk memperoleh kekuasaan.
Sehingga suka maupun tidak suka, banyak orang yang semula menjadikan Anies sebagai idola, dan berharap pada saatnya nanti menjadi pemimpin bangsa ini, secara spontan mundur dengan teratur. Telebih lagi setelah selama sekitar dua tahun ini memimpin Ibu kota, Anies dianggap sebagai seorang gubernur yang tak bisa bekerja. Sebagaimana misalnya dalam menangani bencana banjir yang beberapa kali melanda Jakarta, Anies dianggap tidak jelas bagaimana cara mengatasinya.
Akan tetapi, meskipun keadaannya seperti itu, suara dukungan terhadap Anies untuk maju sebagai kandidat dalam Pilpres 2024 mendatang masih terdengar menggelegar.