Sejak diberitakan timnas Indonesia akan menjalani laga persahabatan melawan Myanmar, rasa penasaran untuk bisa melihat hasil polesan pelatih asal negeri matador pun semakin tak tertahankan.
Apalagi saat tiba waktunya, banyak kegiatan keseharian yang terpaksa ditunda, atawa ada juga yang sampai dilewati begitu saja. apa boleh buat, semuanya demi bisa menyaksikan anak-anak muda yang ‘baru’ beberapa hari dibekali ilmu oleh coach Luis Milla.
Memang benar, hanya menonton lewat layar kaca, dan tidak berangkat ke stadion Pakansari di Cibinong sana, tetapi ekspektasinya mampu menggeser istri sendiri yang sedari pulang kantor sedang berasyik-masyuk dengan serial India yang biasa ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta.
Meskipun demikian ibunya anak-anak pun merelakan untuk memberi kesempatan. Tokh tidak terjadi saban hari juga ada tayangan sepak bola yang tidak diacak dari stasiun televisinya. Terlebih lagi dia pun suka juga menyaksikan rebutan bola, meski tidak segila saya.
Bila kick off babak pertama dimulai, tanpa sadar langsung berteriak-teriak untuk memberi semangat Febri Haryadi yang menggocek bola dari sisi kanan sambil mengecoh pemain belakang lawan. Terlebih lagi saat memasuki menit ke-22, tatkala pemain asal Persela, Saddil Ramdani menusuk dari sayap kiri, dan dengan manisnya memberi umpan ke depan gawang, serta langsung ditanduk Nur Hardianto tanpa dapat ditangkap penjaga gawang Myanmar... Gol!
Tanpa terasa saya pun langsung berjingkrak. Hanya saja hanya berlangsung sesaat. Mata ibunya anak-anak terasa menghujam tajam seraya berkata,” Seperti anak TK saja!” Saya pun tersipu sambil duduk kembali.
Itulah gol pertama timnas Indonesia U-22, dan juga yang terahir dalam laga lawan Myamar kali ini. Sementara gawang yang dijaga Diky Indriyana malah tiga kali kebobolan. Sehingga skor ahir pun 1-3 untuk kemenangan tim asuhan pelatih asal Jerman, Gerd Zeise.
“Huuuh... Kalah lagi, kalah lagi. Kapan sih jadi juaranya?!” istri saya menggerutu sambil memindahkan channel, untuk kembali pada tayangan serial India yang terpotong sekitar seratus menit tadi. “Katanya pelatih asal Spanyol. Bertalenta tinggi. Buktinya, tetap saja kalah.”
Gerutuan istri saya tadi bisa jadi merupakan kekecewaan yang sudah begitu sering dialami oleh bangsa ini. Bahkan untungnya tidak sampai terdengar ada yang mengekspresikan kekecewaannya dengan cara barbar. Membakar dan merusak tempat duduk di stadion misalnya, atawa sampai merusak kendaraan di tempat parkir.
Barangkali penonton kita sekarang ini sudah bersikap dewasa, atawa karena memang banyak stiker yang disebar di sekitar stadion yang melarang untuk menyalakan kembang api, dan petasan. Sebab, katanya, kalau sampai terjadi, maka Indonesia akan diberi sanksi aoleh otoritas sepak bola Asia. Nah lo!
Demikian juga dalam menyikapi kekalahan dari Myanmar, cukup menggerutu seperti istri saya saja. tidak perlu sampai diumbar ke media. Malahan tetangga sebelah rumah pun semoga saja tidak mendengarnya.