Memasuki putaran kedua Pilkada DKI Jakarta yang pelaksanaannya 19 April mendatang, maka pertanyaannya yang berada di urutan teratas adalah “Siapa pemenangnya?”, tentu saja. Apakah pasangan Ahok-Djarot, atawa justru Anies-Sandi?
Perkara yang menentukan kemenangan, atawa kekalahan dalam suatu pemilihan, ada di tangan Tuhan yang Mahakuasa memang. Sementara manusia hanya bisa mereka-reka, menebak-nebak, atawa sebatas berharap belaka.
Memang saat ini ada yang namanya lembaga survei, dukun masa kini, yang menggunakan ilmu statistik sebagai pedomannya. Juga memang hasil survei seringkali tepat, atawa paling tidak mendekati dengan fakta hasil penghitungan suara yang sebenarnya. Akan tetapi, hasil survei pun terkadang meleset sama sekali. Bukti paling anyar, terjadi pada Pilpres AS baru-baru ini. Hillary Clinton oleh berbagai lembaga survei begitu diunggulkan, namun dalam kenyataannya dipermalukan Donald Trump. Apalagi jika lembaga surveinya merupakan pesanan salah satu peserta pemilihan itu sendiri. Meskipun dalam kenyataannya peserta pemilihan itu kurang mendapat apresiasi dari konstituennya, namun karena telah mendapat bayaran lumayan besar, maka diumumkannya juga hasil survei ‘abal-abal’, sekedar Asal Bapak Senang.
Demikian juga sebagaimana yang terjadi di DKI Jakarta saat ini. dengan faktor isu SARA yang kencang dihembuskan terhadap Ahok, ditambah dengan statusnya sebagai terdakwa penghinaan agama (Islam), akan tetapi suara yang mendukungnya pada putaran pertama masih mampu mengungguli kedua pasangan yang jadi rivalnya.
Padahal menurut data statistik, jumlah hak pilih warga DKI Jakarta pada Pilkada 2017 ini mencapai 7,1 Juta, sementara bila dilihat dari data kependudukan berdasarkan agama yang dianut, warga DKI Jakarta yang beragama Islam hampir mencapai 83 persen, dari sekitar 10 juta jiwa.
Oleh karena itu dalam kenyataannya faktor isu SARA, tidak begitu mempengaruhi konstituen yang beragama Islam untuk memilih calon Gubernur non-muslim.
Sehingga di atas kertas, Ahok masih memiliki kans untuk tampil sebagai pemenang pada putaran kedua mendatang.
Belum lagi faktor parpol pendukung yang lumayan gemuk. Ditambah juga kedekatan Ahok dengan pihak istana (Presiden Jokowi pernah kerja bersama Ahok sebelumnya).
Namun bila Tuhan tidak menghendaki, perolehan suara Ahok-Djarot kalah dari Anies-Sandi, apa boleh buat, yang bersangkutan bersama seluruh pendukungnya harus gigit jari.
Itulah yang namanya pemilihan. Ada yang kalah, juga pasti ada yang menang. Bagi yang menang, pasti berjingkrak-jingkrak. Sedang yang kalah tentu saja terisak-isak.
Andaikan saja pasangan Ahok-Djarot ditakdirkan mengalami kekalahan, sudah semestinya jangan larut dalam kesedihan. Ahok-Djarot dan pendukungnya tidak usah berkecil hati. Justru sudah seharusnya bergembira.