Ilustrasi - berita harus akurat (Shutterstock)
Dalam liputan teror bom Thamrin, Jakarta (14/01), ternyata antara satu stasiun televisi dengan yang lainnya dalam informasi yang disampaikannya berbeda-beda. Bukan hanya jumlah korban yang tewas dan luka-luka saja, tapi ledakan bom pun bahkan diberitakannya terjadi di beberapa tempat. Maka masyarakat pun menjadi bingung karenanya.
Apalagi bagi mereka yang kebetulan keluarganya sedang berada di sekitar daerah yang diberitakan itu, misalnya sedang bekerja, berdagang, atawa sekedar jalan-jalan, bisa jadi akan menimbulkan rasa cemas, was-was, dan panik bagi yang sedang menyaksikannya. Jangan-jangan keluarganya yang kebetulan berada di tempat itu ikut pula menjadi korban.
“Menurut Tv One setelah ledakan bom yang mengguncang kawasan Sarinah, disusul dengan ledakan di Slipi, Kuningan, dan Cikini,“ ungkap Mang Tata sambil terus menyeruput kopinya.
“Kalau begitu sama dengan di Indosiar, ” Kang Somad ikut mengamini. “Makanya saya buru-buru ke sini juga karena ingin memastikan kebenarannya kabar tersebut. Lantaran tetangga sebelah rumah, Mak Iti, setelah mendengar berita itu langsung meraung-raung sambil menyebut nama si Toto, anaknya, yang bekerja jadi tukang parkir di Slipi.”
“Bukan, bukan di sana. Kalau menurut Metro TV mah hanya di Sarinah dan Palmerah saja terjadinya ledakan bom itu,” bantah Jang Dudung.
“Lha, mengapa tidak, Tv One ‘kan lebih tajam dan terpercaya. Itu mah wartawannya saja ketinggalan informasi,” Mang Tata membela pendapatnya.
“Tapi yang saya lihat di Kompas TV dan Berita Satu, teror bom tersebut hanya terjadi di kawasan Sarinah saja,” tukas Pak Idi yang baru saja datang menghampiri mereka yang sejak tadi bersilang pendapat.
“Memang dalam setiap peristiwa yang menjadi perhatian publik – sebagaimana teror bom yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, selalu saja ditemukan ‘kejanggalan’ dari media dalam pemberitaannya. Lalu bila terjadi kekeliruan, boro-boro menyampaikan permintaan maaf, meralatnya pun seringkali telat. Itu pun kalau sudah ada teguran dari KPI – yang kewenangannya hanya memberikan sanksi berupa teguran belaka.
Ilustrasi (sumber: obendon.com
Padahal katanya setiap media mainstream yang menyebut dirinya bertaraf nasional itu, rata-rata memiliki kemampuan sesuai persyaratan kaidah jurnalistik. Tepat, akurat, dan terpercaya. Tapi mengapa berbeda-beda, dan malah terkesan tergantung selera siapa pemilik modal di belakangnya?” Jang Ridwan, seorang mahasiswa, anak Pak Lurah, layaknya sedang berorasi, mengeluarkan uneg-unegnya.