Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Karena Kompasiana Sudah Dekat Dengan Istana

Diperbarui: 29 Desember 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Benarkah para Kompasianer, atau para penulis di blog keroyokan ini, termasuk adminnya, sudah ‘dekat’ dengan lingkaran istana negara?

Sudah beberapa hari ini pertanyaan itu berputar-putar dalam kepala saya. Dan awalnya muncul dari berbalas komentar seorang teman di facebook, juga sesama Kompasianer yang beberapa tahun lalu lumayan aktif mempostingkan tulisannya. Hanya saja belakangan ini, mungkin hampir setahun lewat postingannya an yang banyak mengundang hit, komentar, dan seringkali menjadi headline, atau paling tidak (ketika itu) bertengger di TA (Trending Article) sudah tak nampak lagi, dan menghilang begitu saja.

Meskipun demikian saya masih bisa berkomunikasi di facebook dengannya. Lalu ketika beberapa hari lalu saya memposting tulisan di blog keroyokan ini, dan tautannya saya bagikan di laman fb beberapa teman – termasuk teman itu, sepertinya teman itu menyukai tautan saya, malahan mengomentarinya juga. Bisa jadi karena postingan saya itu sebagai kritikan terhadap pemerintah terkait penurunan harga BBM yang diikuti dengan adanya pungutan dana ketahanan energi. Jujur saja jika postingan saya tersebut idenya muncul dari status teman itu juga. Bagaimanapun  selama ini status teman saya di fb selalu mengkritisi dengan ‘galak’ setiap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, atau juga dianggap tidak sesuai dengan janji jelang Pilpres tahun lalu. Sama halnya dengan postingannya ketika masih aktif di Kompasiana, dan ketika itu pemerintahan masih dipegang SBY.

 Terus terang saya sendiri suka dengan tulisannya. Karena kritikannya itu bukan muncul dari rasa benci – sebagaimana seorang Jonru, misalnya, melainkan kritikan yang dibarengi dengan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagai sesama Kompasianer, saya merasa kehilangan, karena terus terang postingannya itu seringkali menambah perbendaharaan isi kepala saya juga.

Kalau tidak berkomunikasi lewat facebook, mungkin saya tidak mengetahui alasannya berhenti menulis untuk Kompasiana.  Pada saat itu tanpa pretensi apa pun saya mengajaknya untuk kembali aktif menulis di Kompasiana. Saya mendapatkan yang sungguh mengejutkan, dan untuk sesaat saya  terperangah karenanya.

 Betapa tidak. Dirinya mengaku acapkali merasa risih, sekaligus miris dengan setiap komentar dari Kompasianer yang mampir di lapaknya,  yang kadangkala terkesan menyudutkan dirinya. Sehingga ahirnya diapun enggan untuk memposting tulisannya di blog keroyokan ini.

Aneh. Sikapnya itu sepertinya tidak setegar tulisannya yang sering saya baca. Tapi dengan polosnya saya mengaku, bahwa saya seorang pendukung Jokowi-JK ketika Pilpres lalu. Tetapi jika ada kebijakannya yang tidak tidak sesuai dengan Nawacita, atau pun sampai hari ini belum merealisasikan janjinya, maka saya akan paling depan untuk mengkritisinya. Karena hal itu sebagai bentuk tanggung jawab dari orang yang ikut mengantarkannya ke kursi RI 1 sekarang ini. Sebab saya bukanlah pendukung buta. Saya memiliki tanggung jawab moral dalam hal ini.

Lalu teman itu pun mengemukakan ‘temuan’-nya. Dua kali puluhan Kompasianer, berikut adminnnya, diundang ke Istana Merdeka, semakin memperkuat dugaannya kalau setiap tulisan yang ditayangkan di  Kompasiana seringkali mendapat ‘serangan’,  merupakan suatu bukti kalau kompasiana belakangan ini sudah bukan media yang menjadi wadah warga untuk menyampaikan segala uneg-unegnya kepada pemerintah, melainkan lebih berpihak kepada pemerintah sendiri. Atawa dengan kata lain sudah menjadi corongnya Istana.

Benarkah dugaan itu ?

Bisa jadi karena Kompasiana bukanlah media mainstream. Kompasiana serupa dengan facebook dan sejenisnya, yaitu media sosial, atawa Kompasiana bilang adalah media warga. Dan setiap postingan yang dimuat di Kompasiana, sebagaimana term and condition-nya sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulisnya sendiri.

Tidak menutup kemungkinanjuga, perseteruan antara dua kubu warisan Pilpres tahun lalu masih bergema. Sebagaimana para elit, bisa jadi para Kompasianer pun demikian adanya. Apalagi siapa orangnya yang rela dukungannya dinista para pembencinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline