Mantan Menteri Agama RI di era pemerintahan Presiden SBY, Suryadharma Ali yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi kuota haji, sudah mengakui bahwa ia pernah membagi-bagikan kuota haji gratis kepada sejumlah pejabat negara dan keluarganya.
Mantan Ketua umum PPP ini, berkicau’ tentang sejumlah anggota DPR, Badan Pemeriksa Keuangan, TNI, Ombudsman, Kementerian, wartawan, bahkan KPK. Menurut dia, penerima kuota haji dari rombongan pasukan pengaman Presiden dan wakil Presiden sebanyak 100 orang. Selain itu, haji gratis juga mengalir ke rombongan mendiang Taufiq Kiemas dan Megawati sebanyak 50 orang, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (70 orang), Amien Rais (10 orang), Karni Ilyas 2 orang, dan keluarga Suryadharma sendiri sebanyak 6 orang.
Hingga saat ini media tampaknya baru mengkonfirmasi Ketua Umum PDIP, Megawati. Sementara pendiri PAN, Amien Rais dan yang lainnya belum terdengar memberikan klarifikasi perihal tersebut. Apakah mereka masih sedang mengumpulkan ingatan sekalian memberikan bantahan, kita hanya bisa mereka-reka saja tampaknya. Sebagaimana halnya saat awak media mengajukan pertanyaan kepada Megawati, ternyata mantan Presiden RI kelima ini diam seribu bahasa. Sehingga kita pun hanya mampu menduga-duga, apakah dengan diamnya istri mediang Taufik Kiemas itu sudah merasa dirinya telah berbuat keliru, menerima undangan ibadah haji dari Menag (saat itu) Suryadharma Ali yang saat ini berstatus terdakwa korupsi kuota ongkos haji, atawa memang karena sudah wataknya Megawati yang sudah biasa mahal bicara kepada awak media? Entahlah. Kita memang hanya menduga-duga. Dan kalaupun dugaan-dugaan itu ditulis semuanya, bisa jadi hanya akan membikin pembaca merasa bosan juga. Sehingga dalam hal ini, atas diamnya Megawati terhadap pertanyaan wartawan terkait kicauan Suryadharma Ali, penulis menyerahkan pada pembaca untuk memberikan asumsi sendiri.
Untung saja meskipun ibunya Menko PMK, Puan Maharani ini diam seribu bahasa, dua kader PDIP, Eva Kusuma Sundari dan Pramono Anung angkat bicara, dengan kesan membela sang ketua, tentu saja.
Adapun jawaban versi Eva Kusuma Sundari, menyiratkan kalau Megawati memang menerima undangan beribadah haji dari Suryadharma Ali. Bahkan ketika itu Eva sendiri termasuk di dalam rombongan. Hanya saja dengan entengnya Eva selanjutnya mengatakan jika pihak berwajib meminta ganti dana haji tersebut, Megawati siap mengganti ongkos haji yang sudah dibiayai negara. Maka kita pun bertanya-tanya, apakah semudah itu Megawati menghadapi proses hukum yang dihormatinya ? Dalam kasus ini mustinya Megawati – kalau memang benar menghormati dan menjunjung tinggi penegakan hukum di negeri ini, siap untuk memberikan penjelasan di depan penegak hukum itu sendiri.
Berbeda dengan Eva, Pramono Anung yang saat ini menjadi Sekretaris Kabinet Jokowi-JK dengan jelas membantah kalau Megawati telah menggunakan biaya ibadah haji dari kuota yang diberikan Suryadharma Ali. Bahkan Pramono Anung yang ketika itu turut dalam rombongan dengan kapasitasnya sebagai pengawas DPR, juga membantah tidak menggunakan biaya perjalanan ibadah hajinya dari kuota haji yang saat ini sedang dibongkar di pengadilan tipikor.
Mencermati pernyataan dua kader PDIP di atas, Eva Kusuma Sundari dan Pramono Anung, kita pun seakan dihadapkan pada dua kutub yang bertolak belakang. Di satu sisi Eva mengakui kalau Megawati dan dirinya telah menggunakan kuota haji itu, sedangkan di sisi lain, Pramono anung justru mengelak dengan tegas membantahnya.
Akan tetapi terlepas dari dua perbedaan itu, kita lebih cenderung untuk kembali menggarisbawahi omongan Eva Kusuma sundari di atas tadi, yakni Megawati merupakan seorang yang menghormati proses hukum. Sehingga dalam kasus ini bisa jadi akan menjadi momen penting untuk membuktikan pernyataan kader partai kepala banteng hitam bermoncong putih itu, apakah benar Megawati seorang yang taat hukum atawa sebaliknya.
Demikian juga halnya dengan KPK sendiri, atas ‘kicauan’ Suryadharma Ali di atas yang menyebutkan banyak pejabat, tokoh masyarakat, termasuk juga host acara ILC, Karni Ilyas ikut menikmati kuota haji yang diberikannya, akan sanggupkah komisi anti-rasuah untuk membuktikan kalau hukum di negeri ini sama sekali tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas ?
Kita menunggu dengan penuh harap-harap cemas ... ***