Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Hati-hati dengan Trik Sales Ini

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BEBERAPA hari lalu, di sebuah sore yang mendung saya sedang nonton bola di layar teve. Sementara ibunya anak-anak masih sibuk memeriksa hasil ulangan semester murid-muridnya di ruang tamu. Tiba-tiba pintu depan ada yang mengetuk, disusul ucapan salam seorang perempuan. Istri saya terdengar menjawab sambil membuka pintu.

“Maaf mengganggu, Bu Haji (Padahal kami belum jadi haji). Boleh kami masuk ?”  kata perempuan itu dengan nada memaksa.

“Silahkan... silahkan,” sahut istri saya.

Terdengar kursi digeser. Tak lama kemudian, “Di musim hujan begini, Bu Haji (Saya tertawa mendengarnya) nyamuk-nyamuk mulai bertelur, dan jentiknya tumbuh subur pada air yang menggenang, dan di permukaan sumur. O ya, apa keluarga Bu Haji ini menggunakan air sumur?”

Bisa jadi istri saya mengiyakan pertanyaan tamunya dengan anggukan karena, “Kebetulan, Bu Haji kami datang membawa penawarnya, agar jentik-jentik nyamuk itu pada mati. Dan keluarga Bu Haji terhindar dari DBD, malaria, dan segala jenis penyakit lainnya yang disebabkan nyamuk.

Nah, kebetulan Bu Dadah pun yang di sebelah mengambil tiga paket. Sedangkan Bu Amas dua paket. Murah, Bu. Satu paketnya hanya lima puluh ribu saja. Tapi khasiatnya sungguh luar biasa. Selamanya keluarga Bu Haji akan selalu sehat... Apa Bu Haji juga sama dengan Bu Dadah, mau mengambil tiga paket?”

“Saya satu paket saja dulu,” kata istri saya seraya masuk ke dalam kamar tidur. Karena terdengar pintu kamar dibukanya.

“Sudahlah tiga paket sekalian mumpung masih harga promosi, Bu Haji. Lagi pula kedatangan kami hanya setahun sekali saja. Dan siapa tahu tahun depan harganya melonjak naik.” Terdengar suara lelaki kali ini. Teman perempuan yang tadi nyerocos seakan tiada henti.

Sesaat konsentrasi saya terbelah ke layar kaca. Beberapa pemain menyerang wasit. Mungkin memprotes keputusan sang pengadil yang dianggapnya tidak adil. Tapi sayup-sayup terdengar istri saya sedang bertransaksi. Dan beberapa saat kemudian tamu-tamunya pamitan minta diri. Sambil beberapa kali mengucap terima kasih.

Tak lama terdengar sandal diseret menghampiri saya.

“Ah, saya heran. Mengapa saya begitu mudahnya menuruti permintaan mereka. Seratus limah puluh ribu melayang hanya untuk menebus abate ini. Padahal di apotek saja harganya tidak sampai semahal itu,” katanya sambil memperlihatkanr bungkusan abate itu.

“Jadi tadi Mama beli sebagaimana dikatakan penjualnya itu?” Istri saya mengangguk lesu...

Besoknya saat saya sedang sarapan, istri saya mengatakan bahwa tadi bertemu dengan Bu Dadah dan Bu Amas di warung. Kedua orang tetangga kami itu pun membeli abate sebanyak yang ditawarkan, karena kata salesnya,  Bu Ajat (istri saya) pun telah membeli sebanyak itu.

“Padahal ketika menawarkan kepada saya, sales itu bilang  tetangga kita sudah lebih dulu membelinya...” kata istri saya.

Gegerbeas, 20/12/2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline