Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Musim Hujan Identik dengan Kesibukan

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

TRADISI musim hujan pada bulan-bulan yang berahiran ‘ber’ masih sedikit berlaku dewasa ini. Ketika aku masih anak-anak hingga remaja, masuk bulan Agustus musim basah-basahan ini biasanya sudah datang. Sementara saat ini, tampaknya sering mengalami keterlambatan (Seperti jadwal kedatangan kereta api saja!). Entah mengapa. Yang jelas, masuk minggu kedua bulan Nopember rintik hujan di atas genting baru terdengar.

Ketika masa kanak-kanak, kedatangan musim ini disambut dengan keceriaan. Banyak permainan yang bisa dilakukan soalnya. Bersama teman-teman sebaya, kami anak kampung biasa bertelanjang bulat. Anak laki maupun perempuan tidak terkecuali. Di tengah lebatnya hujan yang dibarengi suara gelegar guntur dan petir yang bersahutan, kami malah berlari ke sana ke mari sambil tertawa riang. Biasanya di halaman rumah seorang teman yang luas, atau di tanah lapang sepak bola.

Permainan yang biasa dilakukan, adalah galah asin yang dibentuk dengan dua regu yang saling menyerang. Selain itu juga biasa main perang-perangan dengan senjatanya tanah berlumpur yang dilempar tepat pada tubuh lawan kita. Tapi yang lebih asyik lagi adalah berendam pada kubangan bekas kerbau mandi di tengah sawah. Meskipun airnya kotor bercampur lumpur, tapi terasa hangat di badan. Mungkin karena  setelah lama kami hujan-hujanan, sehingga tubuh menjadi kedinginan.

Setelah memasuki masa remaja, musim hujan diisi dengan bermain bola, atau mencari ikan yang terbawa banjir. Tapi kegiatan itu dilakukan dengan syarat setelah usai membantu orang tua membetulkan pematang sawah yang longsor, atau saluran air yang mampet, juga memngganti genting atap rumah yang bocor.

Sekarang ceritanya lain lagi ternyata. Terutama setelah berumah tangga. Musim hujan selain dianggap sebagai datangnya suatu berkah, karena tanaman padi di sawah akan tumbuh dengan baik, atau rerumputan untuk pakan ternak piaraan akan tumbuh subur, juga menjadi kesibukan yang sifatnya menjadi rutinitas selama musim hujan.

Betapa tidak. Kolam ikan di depan rumah, selalu meluap airnya . Karena got di tepi jalan (rumah kami tepat di pinggir jalan PU kabupaten) selalu tersumbat sampah. Sehingga airnya berbelok arah. Meluber seluruhnya ke halaman rumah. Maka praktis rumah kami pun kebanjiran jadinya. Dan aku bersama ibunya anak-anak, dan kadang dibantu oleh si bungsu,  selalu bekerja di tengah lebatnya hujan untuk membersihkan sampah yang memenuhi got di tepi jalan itu. Agar rumah kami tidak kebanjiran.

Ada pun sampah-sampah yang memenuhi got di tepi jalan itu biasanya dibawa air hujan dari  kampung tetangga yang letaknya di atas kampung kami. Sebetulnya kepada ketua kampung tetangga aku sering mengadu perihal yang satu ini. Meminta agar warganya tidak membuang sampah sembarangan. Bukankah sampah-sampah itu akan merusak lingkungan, kalau dibuang sembarangan. Bahkan konon sampah yang berasal dari bahan plastik sangat sulit untuk dihancurkan. Karena tidak dapat membusuk seperti sampah yang lainnya.

Hanya saja pengaduanku itu entah didengar oleh ketua kampung itu, atau memang kesadaran warga di sana yang masih rendah. Nyatanya sampai musim hujan sekarang in,i aku dan keluarga selalu sibuk membersihkan sampah kiriman. Agar rumah kami tidak kebanjiran. ***

Gegerbeas, 02/12/2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline