TIBA-TIBA aku teringat kembali dengan legenda Bandung Bondowoso yang hendak memperistri putri Roro Jonggrang, putri raja Baka yang telah dibunuhnya. Sang putri yang telah terdesak, mustahil bisa menampik pinangan pria itu. Tapi diapun tak sudi dijadikan istri oleh pembunuh ayahnya. Maka Jonggrang pun mengajukan permintaan. Kalau memang Bandung Bondowoso seorang gagah perkasa, harus sanggup membuktikannya dengan membuat seribu buah candi dalam waktu satu malam!
Mirip dengan legenda Tangkuban Parahu memang. Tentang Sangkuriang yang mencintai Dayang Sumbi, atau Rarasati. Dayang Sumbi yang cantik jelita sadar kalau Sangkuriang adalah anak kandungnya sendiri. Akan tetapi Sangkuriang yang mabok kepayang, tampaknya lupa daratan. Dia tetap memaksa Dayang Sumbi untuk mau dinikahinya. Untuk menghindari sesuatu hal yang buruk, Dayang Sumbi bersedia dinikahi Sangkuriang, tapi ada syaratnya. Dalam tempo semalam Sangkuriang harus bisa membuat perahu, dan membendung sungai Citarum untuk kelak berbulan madu.
Baik Bandung Bondowoso maupun Sangkuriang, meskipun dalam legenda itu diceritakan sebagai pria yang gagah perkasa, ternyata bisa juga diperdaya oleh wanita yang hendak dijadikan istrinya. Dua pria itu tak mampu memenuhi syarat yang diajukan wanita yang dikabarkan cantik jelita itu. Dan dari dua kisah itu kita jadi faham, di atas langit ada langit. Tak ada kekuasaan mutlak dalam hidup ini. Keperkasaan pria malah mampu dikalahkan oleh gemulai wanita.
Sehingga ahirnya akupun sadar. Meskipun wanita bermula dari tulang rusuk pria, ternyata mampu mengalahkannya. Seperti juga dengan sikap diamnya wanita, maka seorang pria akan bertanya-tanya. Malahan saking penasarannya, pria akan berubah menjadi seperti seekor anjing yang lari pontang-panting, terkaing-kaing, karena merasa pusing mencari jawab dari sikap wanita yang sulit difahaminya... “
Si Akang lalu terdiam, dan kulihat menelan ludah. Sementara nafasnya terengah-engah.
“Akang lagi jatuh cinta ya?” tanyaku menyelidik. Dan seketika kulihat dia tergagap.
“Tapi itu ‘kan anugerah Tuhan. Kita harus bersyukur kalau Tuhan masih memberikan rasa cinta di dalam hati kita. Daripada saling membenci, tokh akan lebih indah dengan saling mencintai...” Si Akang berkilah.
“Lalu?”
“Sebagai kaum yang melahirkan kaum wanita dari tulang rusuknya, alangkah bagusnya kalau kita tidak bersikap merendahkan martabatnya. Karena wanita pun diberi kelebihan lain oleh Tuhan. Dia bisa mempertahankan diri dengan segala akal dan dayanya. Sehingga pria pun mampu dikalahkannya. Sebagaimana yang aku katakan tadi. Dengan sikap diamnya saja, seorang pria akan jadi tersiksa. Dan itu merupakan suatu kekalahan bagi sang pria...” pungkasnya seraya merebahkan tubuhnya pada sandaran bangku tempat kami berdua duduk. ***
Gegerbeas, 06/11/2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H