Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Anggota Dewan Memang Arogan Bak Preman

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pernyataan ketua Fraksi PAN, Tjatur Sapto Edy, di depan wartawan terkait insiden anggota DPR RI Andi Taufan Tiro dengan petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno – Hatta, bahwa tidak ada penamparan yang dilakukan kadernya dalam peristiwa antrean di pintu x-ray,  dan meminta agar jangan dibesar-besarkan, adalah suatu bukti bahwa anggota dewan yang terhormat memang arogan.

Begitu mudahnya ia bilang: “Jangan dibesar-besarkan!”  Dan itu begitu jelas bahwa yang bersangkutan sudah dihinggapi sikap sombong, angkuh, dan seolah memiliki superioritas.

Terlepas dari benar atau tidaknya kejadian itu, dengan menyangkalnya tanpa diembel-embeli “Jangan dibesar-besarkan” pun rasanya cukup, kalau memang tidak mau dituduh sebagai anggota dewan yang sombong atau arogan.

Sebenarnya memang tidak hanya dari ucapan saja kalau anggota dewan demikian. Tingkah lakunya pun seringkali tidak mencerminkan seorang yang disapa dengan embel-embel: Yang terhormat. Coba saja perhatikan di televisi, dalam acara talk show misalnya. Bahkan di dalam ruang sidang sekalipun, ungkapan dan tingkahnya, kita sebagai rakyat sering menyaksikan sikap mereka yang sungguh-sungguh sangat menyebalkan.

Sehingga tak salah kalau Alm. Gus dur pernah mengatakan, bahwa anggota dewan tak ubahnya murid taman kanak-kanak, yang bicaranya masih ceplas-ceplos belum mengenal  sopan-santun, dan sikapnya sering menjengkelkan karena masih suka kurang ajar. Padahal para anggota dewan sudah dewasa, malahan banyak di antaranya yang lansia, dan rata-rata tingkat pendidikannya pun adalah setara sarjana, bahkan tak sedikit yang bergelar Profesor Doktor. Tapi mengapa dalam kesehariannya tidak tercerminkan, bahkan justru bersikap sebaliknya?

Sebagai orang kampung, ketika menjelang dilaksanakannya pemilu, para calon anggota dewan itu sering datang mengunjungi kampung tempat tinggal saya. Kedatangan mereka selalu disambut istimewa oleh warga, yang telah di-setting oleh para pendukungnya – tentu saja. Ketika turun dari mobil mewahnya, sang calon anggota dewan disambut dua orang gadis cantik yang sudah didandani. Lalu gadis-gadis itu mengalungkan untaian bunga di leher sang tamu istimewa itu.

Kemudian dengan diiring para pendukungnya, dan tak lupa pula dilindungi payung, sang calon anggota dewan berjalan dengan tubuh tegak, dan kepala mendongak. Kepada para warga yang berjejer di tepi jalan, dia hanya melambai-lambaikan tangan, dengan senyum penuh keangkuhan.

“Beginikah lagaknya calon wakil kita nanti di dewan?” Bisik hati saya saat  menyaksikannya saat itu

Sehingga jangan lagi menyalahkan rakyat apabila sering terjadi kerusuhan, tawuran antar-kampung, bahkan seperti saat ini dengan kembali maraknya premanisme, karena mungkin rakyat hanya meniru tingkah-laku wakilnya di dewan perwakilan yang jelas-jelas sudah keblablasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline