Akhir bulan Januari lalu, Pemkab Tasikmalaya menggelar acara mutasi, rotasi, dan promosi jabatan pegawainya secara besar-besaran. Sebagaimana dikatakan Bupati Tasikmalaya, kegiatan seperti itu merupakan hal yang sudah biasa terjadi di lingkungan pegawai negeri.
Bagi mereka yang mendapat promosi jabatan, adalah merupakan suatu anugerah. Sehingga dari ritual yang sederhana, yaitu menadahkan kedua belah tangan seraya mengucap syukur alhamdulillah, sampai menggelar acara pesta yang juga dalam rangka syukuran dengan mengeluarkan anggaran yang lumayan besar, seringkali kita dengar dilakukan.
Tapi dalam mutasi dan rotasi, ternyata masih banyak PNS yang merasa enggan melaksanakannya. Mungkin karena sudah merasa kerasan bekerja di tempatnya yang lama, atau tempat kerja yang baru jauh jaraknya dengan tempat tinggalnya, atau juga karena di kantor tempat kerjanya yang lama dia rasakan membawa hoki sementara di tempat kerja yang baru bisa jadi dianggapnya belum tentu sama. Pokoknya sejuta alasan keluar dari mulutnya.
Apalagi bagi mereka yang tadinya duduk pada posisi di belakang meja yang lumayan 'basah', tiba-tiba harus pindah ke tempat yang 'kering' dan 'tandus' bak di padang Sahara sana. Wah, sudah pasti akan timbul reaksi. Mulai dari aksi kasak-kusuk dan mengiba kepada atasannya agar keputusan itu kembali dicabut, sampai aksi mencak-mencak bagi mereka yang memiliki karakter rada-rada temperamental.
Seperti yang dialami seorang pejabat eselon IV, setingkat kepala seksi, di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan, dengan jabatan Kasubag TU, bisa jadi orang ini termasuk kategori yang terakhir tadi. Saat menerima SK yang dibagikan usai acara, tampak wajahnya sudah mulai kusut. Matanya memandang liar. Dan mulutnyapun tak henti-hentinya bersungut-sungut.
Demikian juga saat pulang dalam mobil rombongan, mulutnya tak juga diam. Nada suaranya tinggi, dan kata-katanya yang keluarpun sudah tak beraturan lagi. Kasar dan tak sedap didengar. Dan seakan sudah tak sadar, kalau yangbersama satu kendaraan adalah atasannya sendiri. Yang mestinya dia hormati.
"Ini pasti ada musuh dalam selimut, menusuk dari belakang! Mungkin dia tidak tahu kalau suamiku seorang TNI. Awas, saya akan ngadu sama dia. Biar Kepala BKPLD dan Sekda didatanginya!"
Wah, wah, wah... masa seorang PNS ngomongnya begitu? Padahal usianya sudah setengah tua. 40 tahunan. Koq masih seperti bocah yang cengeng dan manja. Padahal di belakang namanya diembel-embeli gelar sarjana. Bawa-bawa nama suami pula. Yang memang seorang anggota TNI. Berpangkat bintara. Memangnya sekarang ini masih jamannya SOB ?
Menurut informasi, memang wajar dia bersikap demikian.Di lingkungan kerjanya memang dia biasa bersikap 'sok' kuasa. Dan tak seorang pun yang berani menentangnya. Maksudnya rekan-rekan dan bawahannya. Kalau terhadap pimpinannya dia masih menaruh hormat, meskipun mungkin dilakukannya sekedar jangan sampai kualat. Alias pura-pura hormat saja.
Sebagai orang yang punya kuasa mengurus rumah tangga, di kantor lamanya -- tentu saja, yang konon kata orang merupakan tempat yang lumayan basah, sudah pasti dia tidak rela dimutasi. Apalagi ke tempat yang lumayan jauh. Apalagi harus beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, bisa jadi dia membayangkan di tempat kerjanya yang baru itu tidak akan sama seperti di tempat yang lama. Tidak akan bisa seenaknya lagi. Tidak akan bisa sok kuasa lagi.
Begitu.