Lihat ke Halaman Asli

Adjat R. Sudradjat

TERVERIFIKASI

Panggil saya Kang Adjat saja

Menulis Untuk Meninggalkan Jejak Peradaban

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13270489381059398381

(Foto: republika.co.id)

Menyimak percakapan  Pepih Nugraha dengan Taufik Al Mubarak, dalam http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/18/semoga-kau-tidak-cepat-puas-kawan/ terselip kalimat Pepih, bahwa penulis meninggalkan peradaban. Bisa jadi - menurut persepsi saya  - maksudnya adalah mewariskan jejak peradaban untuk generasi mendatang.  Paling tidak melalui tulisan kita, para anak-cucu kita akan mengetahui keadaan semasa si'Mbahnya hidup di alam dunya ini.

Bukan hanya itu saja, melalui tulisan yang kelak dibaca anak-cucu, mereka pun akan tahu kalau Aki buyutnya ternyata seorang penulis, tentu saja. Dan siapa tahu di antara anak-cucu kita pun ada yang mengikuti jejak kita sebagai penulis.

Maka tongkat estafet pun - kalau meminjam istilah olah raga atletik, akan terus berlanjut. Sehingga peradaban pun akan semakin berkembang.

Bukankah melalui catatan  pula,  kita mengetahui perkembangan sejarah kehidupan manusia dari waktu ke waktu, seperti yang tercatat sejak  awal penciptaan manusia pertama  hingga Adam dan Hawa turun ke bumi, dan berlanjut dengan perkembangan peradaban yang sedemikian pesat, serta hiruk-pikuk yang disaksikan  hingga detik ini, adalah berkat adanya tulisan yang diwariskan para pendahulu kita.

Jadi mengapa mesti malas untuk menulis?

Bahkan seorang rekan Kompasianer, Adian Saputra, mengatakan bahwa pekerjaan menulis identik dengan amal ibadah. Terlepas dari agama kita yang dianut, dan diyakini, setiap kebaikan, kebajikan yang dilakukan oleh kita, sudah tentu akan mendapat balasanyang setimpal  dari Tuhan semesta alam.

Oleh karena itu, yok kita ramai-ramai menulis untuk meninggalkan jejak peradaban yang akan diwariskan bagi anak-cucu kita. Daripada mewariskan harta yang seringkali diakhiri dengan perpecahan keluarga, tokh mending mewariskan tulisan... (paling-paling anak-cucu memperebutkan royaltynya... hehehe!)

Hanya satu yang patut diingat, apabila anak-cucu kita kelak ingin peradabannya berkembang lebih baik lagi dari jamannya kita, alangkah baiknya dalam menulispun kiranya kita patut memperhatikan etika.

Eh, ngomong-ngomong tulisan ini sudah beretika atawa belum?

Salam kompasianer!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline